Kisah Pencarian 2,4-dinitrofenilhidrazin
SKRIPSI…..ketika mendengar kata itu banyak mahasiswa seketika lemah, lesu, pingin muntah, diare dan kepala serasa cenat-cenut persis kayak lagunya Smash Band. Padahal kalo dipikir-pikir lagi apa dosanya yah skripsi??
Dalam menjalai tugas akhir sebenarnya ada banyak kisah seru yang tentunya akan sangat sulit untuk terlupakan, salah satunya yaitu pada saat pencarian bahan untuk penelitian. Selain memikirkan biaya yang mahal karena harus beli dalam jumlah besar terkadang kita juga bingung karena bahan yang akan digunakan hanya ada di luar Negara Indonesia tercinta sehingga memerlukan banyak waktu untuk menunggu kedatangan bahan tersebut. Terkadang saya bertanya dan bermimpi “kapan yah Indonesia bisa menghasilkan bahan baku sendiri tanpa harus impor, impor, dan impor” ataukah ini memang saatnya untuk generasi kita yang masih muda2 untuk tergerak memikirkan dan bertindak…..Aaaaagrrrh sudahlah pusing deh kalo mikirin itu, belajar kimia aja masih puyeng….
Bermimpi memang suatu hal yang menyenangkan karena bermimpi itu saat ini masih gratis, selain itu saya juga percaya kalo bermimpi dapat memberikan kekuatan yang sangat besar untuk pencapaian tujuan kita, seperti dalam lagunya Celline dion “THE POWER OF THE DREAM”. Karena itu saya jadi bermimpi lagi “ Kapan yah di Indonesia khususnya Bandung ada yang jual bahan2 kimia ECERAN ” jadi mahasiswa bisa ngecer and nawar.. khan asyik tuh jadi serasa di pasar.
Well, saya akan menceritakan kisahku hari ini dalam mencari salah satu bahan untuk penelitian tugas akhirku. 2,4-dinitrofenilhidrazin, dalam penelitian saya akan menggunakan bahan tersebut untuk menganalisis kadar vitamin C dalam jus. Sayangnya bahan tersebut sangat jarang tersedia, untuk membelinya saya harus menanti selama kurang lebih 2 sampe 3 bulan. Padahal 3 bulan kedepan saya sudah harus menyelesaikan penelitian. Saya sudah mencoba untuk mencari dibeberapa toko kimia seperti Bratachem, Brataco, Inti kimia, pa didin (seorang salesman yang saya tidak tau darimana, tapi beliau akhir2 ini sangat populer di Farmasi Unisba) tetapi dari semuanya mengatakan kalo 2,4-dinitrofenilhidrazin tidak tersedia (Aaah OMG) sehingga pada akhirnya saya mencoba mencari salah satu perguruan tinggi di Bandung. Dag dig dug rasanya ketika saya akan mengecek stock bahan tersebut di Gudang Farmasi perguruan tinggi tersebut, dari tempat parkir sampai gudang tak henti2nya saya berdoa. Ketika sampai di Gedung Farmasi dan menemui penanggung jawab gudang yang sedikit pendiam dan baik hati, sangat lega rasanya ketika beliau mengatakan “Iya stock bahannya ada cukup banyak”. Tanpa pikir panjang saya langsung meminta untuk dapat membeli bahan tersebut, tetapi ternyata tidak begitu aja saya dapat membelinya. Karena terdapat beberapa prosedur yang harus saya lakukan terlebih dahulu. Saya harus membuat surat resmi yang ditujukan kepada instansi tersebut. Kemudian saya bergegas dengan semangat yang membara untuk kembali ke kampus dan meminta bagian tata usaha prodi untuk membuat surat itu. Dalam waktu singkat surat sudah dibuat, akan tetapi membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menanti tanda tangan. Hal tersebut membuat saya harus menanti berhari-hari sampai pada akhirnya semangat saya sudah mulai menurun. Heuuuuhhh.
Ketika surat sudah ditangan saya datang kembali ke perguruan tinggi tersebut untuk menyerahkan surat permohonan pembelian bahan. Saya menyerahkan surat tersebut kepada seorang bapa berkumis yang tentunya sudah tidak muda lagi. Ketika itu saya sangat optimis beliau akan langsung menyetujui permohonan tersebut. Tetapi ternyata, entah kenapa beliau malah sangat sensitive dan mempermasalahkan kata2 “permohonan pembelian” yang tercantum dalam surat itu. Beliau meminta saya untuk mengganti kata2 tersebut menjadi “permohonan bantuan”. Memang terlihat aneh sih kayak korban bencana alam saja permohonan bantuan, tapi ya it’s okelah kalo begitu. Saya kembali masih dengan tangan kosong dan seperti sebelumnya saya bergegas untuk memperbaiki surat tersebut.
Seperti biasa saya harus menanti surat itu sampai beberapa hari, namun kali ini mungkin sial sedang menimpa saya karena surat itu sempet hilang sehingga waktu untuk menanti yang diperlukan menjadi semakin panjaaaaaanggg kayak Gerry saut coklat,hehe.
Surat sudah selesai dibuat, berbeda dengan sebelumnya kali ini saya meminta sendiri tanda tangan dari ketua prodi saya yang sudah sangat senior. Beliau menyarankan kepada saya untuk mencari lagi 2,4-dinitrofenilhidrazin di toko Alkin yang berada di jalan Pasteur no.10. Kemudian saya langsung bergegas menuju toko tersebut. Sesampainya disana, saya heran kenapa orang2 yang sedang nongkrong di depan gerbang utama serentak memandang saya dengan penuh seksama, waktu itu saya pikir yaa mungkin itu karena penampilan saya yang mengagumkan pada hari itu,haha. Dengan penuh percaya diri saya masuk ke dalam dan menghampiri seorang laki2 paruh baya yang sedang sibuk membersihkan lantai. Dengan lantang saya berteriak “Permissiiii bapa, saya mau beli bahan2 kimia”, kemudian laki2 tersebut dengan mimik muka yang menahan ketawa menjawab “Maaf mba disini itu Gereja bukan toko bahan kimia”Glubrrrrrraaaaak seketika muka saya langsung merah kayak kepiting rebus. Sekarang saya tau kenapa tadi pandangan orang2 tertuju padaku, mereka sepertinya bingung kok ada gadis mungil BERJILBAB yang masuk Gereja…Oouw. Ternyata toko alkin yang menurut informasi berada di jalan Pasteur No.10, ia sebenarnya berada pada No.15 tepat berlokasi di depan Gereja. Dengan semangat 45 saya bergegas menyebrangi jalan dan memasuki toko Alkin, sesampainya disana saya langsung diberi satu buku yang over weight untuk mencari sendiri bahan yang ingin saya beli. Bahagia rasanya ketika saya menemukan nama bahan 2,4-dinitrofenilhidrazin. Penjaga Toko kemudian langsung melihat data stock bahan yang ingin saya pesan. Setelah pencarian, dengan intonasi yang cepat, padat, dan jelas mengatakan “Bahan tidak ada di Indonesia, kalo mau harus indens dan tunggu 3 bulan”. Lemas rasanya ngedengernya, tapi ya sudahlah (seperti lagunya Bondan feat feed2black) aku harus tetap semangat.
Pada hari yang sama saya langsung bergegas menyerahkan surat yang sebelumnya masih salah. Kali ini saya bener2 merasa deg2an sebab saya merasa ini ujung harapan untuk mendapatkan bahan 2,4-dinitrofenilhidrazin. Di perjalanan saya selalu berpikir bagaimana cara2 untuk mendapatkan bahan tersebut, sudah banyak rencana yang ada dalam pikiran saya. Dengan menggunakan motor bersama rekan seperjuangan kita sampai di tempat tujuan. Sesampainya di depan tempat parkir saya merasa sangat kehausan, kemudian saya turun dan membeli minuman, sementara teman saya menuju ke dalam tempat parkir mencari lahan kosong untuk memarkirkan motornya. Setelah membeli minuman, dengan penuh percaya diri saya masuk ke dalam tempat parkir untuk menyusul teman saya, sebelum masuk saya harus melewati palang besi yang akan terbuka ketika ada kendaraan yang masuk. Ketika ada kendaraan yang hendak lewat saya mengikuti dari belakang untuk melewati palang tersebut. Sialnya ketika saya lewat tiba2 GLUBRAAAAAKKKK palang besi itu mengenai kepala dan menghasilkan bunyi yang luar biasa kenceng, untungnya pada saat itu aku masih mengenakan Helmet, selameet deh…Kepalaku emang gak sakit tapi malunya bukan main, hampir semua mata orang tertuju padaku dan dengan senangnya mereka mentertawakankanku, Huuuuufffffttt, kemudian ada seorang satpam yang menghampiriku “Neng ati2 yah” sambil senyum2 ngece,UUUuuuuugrrr menambah kebeteanku. Dengan penuh percaya diri dan seolah-olah tidak pernah ada kejadian kepentung palang, saya berjalan menuju ke dalam dan menemui seorang bapa2 kepala bagian tata usaha. Dengan raut muka yang memelas saya bener2 memohon agar kepala bagian tersebut dapat membantu saya untuk mendapatkan 2,4-dinitrofenilhidrazin yang saya dambakan. Namun ketika itu raut bapa kepala bagian itu memberikan isyarat seperti hendak menolak surat permohonan bantuan yang saya buat, beliau meminta saya untuk membubuhkan nomor telpon yang bisa dihubungin kalo jawaban udah ada. Sepulang dari situ saya merasa H2C (harap2 cemas) mengingat raut muka si bapa yang kurang meyakinkan untuk memberikan izin. Keesokan harinya saya belum mendapatkan jawaban akan surat itu, kemudian saya mencoba untuk menanyakan namun belum juga ada balasan. Semakin besarlah H2C, hoho. Sampai siang hari belum juga ada balasan, kemudian sambil menunggu saya bergegas ambil wudhu dan shalat dzuhur. Tak lupa saya meminta tolong kepada ALLAH SWT untuk melancarkan penelitian saya. Selang lima menit setelah saya shalat tiba2 ada bunyi HP bordering…ting…tong…..ting…tong (bunyi Hp yang aneh)…setelah saya buka ternyata ada sebuah sms yang saya sangat nantikan, Si bapa kabag meminta saya untuk datang hari senin menemui kepala gudang farmasi dan menanyakan stock bahan yang saya minta, saya sangat merasa lega karena sebelumnya saya sudah pernah mengecek dan bahan tersebut tersedia,.. Hari senin pagi saya mendatangi gudang farmasi dan menemui mas2 penanggung jawab gudang, kemudian saya menunjukkan jawaban sms dari si bapa kabag, namun karena kehati-hatian dari mas penanggung jawab untuk menyerahkan bahan, saya diminta untuk mengkonfirmasi kembali ke bapa kabag. Saya langsung berlari untuk menemui si bapa kabag. Dari kejauhan ketika saya melihat beliau keluar dari ruangan, tak seperti biasanya beliau melontarkan senyum yang sangat lepas dan langsung menanyakan “Gimana ada nggak bahannya” kemudian saya menjawab “Alhamdulillah ada pa”, dan bapa itu langsung menarik nafas lega dan mengatakan “Baguslah kalo begitu, semoga sukses yah” sambil membubuhkan tanda tangan untuk menegasakan jawaban dari surat.,ketika itu saya sangat merasa senang karena si bapa yang biasanya ,membuat saya H2C ternyata peduli juga dengan aku,hehe. Kemudian saya mendatangi kembali gudang farmasi, dan menyerahkan selembar kertas yang telah di tanda tangani. Si mas penanggung jawab gudang lemudian memastikan kembali ke kepala gudang di situ untuk mempertegas kelegalan surat yang saya buat dan saya harus menunggu dalam waktu yang cukup lama. “wah penanggung jawab gudang itu sangatlah luar biasa berhati2”pikir saya. Setelah kurang lebih 30 menit, mas penanggung jawab keluar dan langsung menimbang bahan yang saya minta dan menyerahkannya kepada saya bahan yang dibungkus sebuah plastik. Kemudian saya menanyakan berapa biaya yang harus saya keluarkan untuk membeli bahan itu, danm mas pj menjawab tidak perlu bahan itu “FREEE” padahal saya tau kalo bahan itu cukup mahal, waaah saya bener2 lega dan sangat mengucapkan terimakasih dan gak tau harus bagaimana cara yang paling baik untuk menungkapkan rasa terimakasihku. Si mas pj mengatakan “neng kalo mau berterimaksih, berterimakasihlah pada bapa kabag yang telah mengusahakannya”. Dari situ saya sadar ternyata sulit juga yah untuk menebak raut muka seseorangm si bapa yang dulunya saya pikir sangat acuh dan sedikit aneh2 karena meminta saya mengganti surat ternyata adalah seorang yang mempunyai empati tinggi dan baik hati. THANK YOU FOR ALL……………………..
Suci Pharmacia
Welcome in the beauty and smart zona... Di dalam blog ini berisikan tentang apapun yang ingin saya tulis, sebagian besar tentunya hal-hal yang barkaitan dengan kesehatan, ya berhubung bertaun-taun lamanya saya selalu berteman dengan yang namanya FARMASI... Setelah membaca blog ini semoga dapat menambah pengetahuan pembaca serta saya doakan anda akan menjadi semakin..........(apa ajalah terserah anda)hahaha... Selamat Menikmati"_"
Senin, 07 Maret 2011
Minggu, 06 Maret 2011
Keep Healthy
TIPS SEHAT
1. Tubuh butuh asupan makanan tiap 3 jam, yaitu dengan:
3 x makan berat ( misalnya pada jam 06.00, 12.00, dan 19.00 )
2 x makan snack (Jam 09.00 dan 16.00 )
2. Jenis makananya bermutu 4 sehat 5 sempurna.
3. Tidur 6-8 jam/hari untuk recovery.
4. Olah raga 3-5 x/minggu dengan seharinya 20-60 menit.
5. Hindari rokok
6. Jika berkegiatan over diperlukan makanan tambahan/suplemen guna menyeimbangkan asupan makanan dengan energi yang keluar.
Bila ini bisa dijaga insyaAllah akan selalu SEHAT, BUGAR, AWET MUDA & dapat terus beribadah & beramal shaleh dengan baik.
Sumber :dr.Tilarso,spKO
1. Tubuh butuh asupan makanan tiap 3 jam, yaitu dengan:
3 x makan berat ( misalnya pada jam 06.00, 12.00, dan 19.00 )
2 x makan snack (Jam 09.00 dan 16.00 )
2. Jenis makananya bermutu 4 sehat 5 sempurna.
3. Tidur 6-8 jam/hari untuk recovery.
4. Olah raga 3-5 x/minggu dengan seharinya 20-60 menit.
5. Hindari rokok
6. Jika berkegiatan over diperlukan makanan tambahan/suplemen guna menyeimbangkan asupan makanan dengan energi yang keluar.
Bila ini bisa dijaga insyaAllah akan selalu SEHAT, BUGAR, AWET MUDA & dapat terus beribadah & beramal shaleh dengan baik.
Sumber :dr.Tilarso,spKO
Selasa, 01 Maret 2011
Bioteknologi Bovine Somatotropin
BOVINE SOMATOTROPIN SEBAGAI ALTERNATIFE DALAM PENINGKATAN PRODUKSI SUSU SAPI DI INDONESIA
ABSTRAK
Indonesia saat ini dan beberapa tahun ke depan sangat dituntut upaya meningkatkan produksi susu. Kebutuhan susu segar dan produk susu semakin meningkat akibat pertambahan penduduk yang sangat cepat. Thetapi hal ini tidak diimbangi dengan produksi susu yang masih terbatas.
Salah satu teknologi yang saat ini sedang digunakan secara luas adalah penggunaan Bovine Somatotropin (bST). Penggunaan bST di beberapa negara terutama Amerika telah teruji kemampuannya dalam meningkatkan produksi susu. Akan tetapi berbagai kalangaan termasuk praktisi, peneliti maupun konsumen masih mempertanyakan dampak penggunaan bST, baik pada ternak, manusia maupun lingkungan. Sehingga penggunaan di Indonesia mungkin masih menunggu beberapa waktu lagi. Padahal dibandingkan dengan impor sapi perah yang pada saat ini yang sangat besar biayanya, penggunaan bST dapat meningkatkan produksi susu hingga 20% % tanpa harus menambah jumlah sapi perah serta menambah fasilitas seperti kandang dan penggunaan lahan bar
BABI
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Kebutuhan susu nasional semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. Tapi Peningkatan permintaan ini tidak bisa diimbangi oleh peningkatan jumlah produk susu nasional. Setiap tahunnya, Indonesia membutuhkan sekitar 2,5 juta ton susu. Produksi susu dalam negeri Indonesia masih sangat rendah, yakni 636,8 ribu ton atau sekitar 26,5% dari total pasokan nasional, sementara 1.420,4 ribu ton atau 73,5% pasokan susu didapat dari impor.(Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian). Ketika Indonesia sangat bergantung kepada bahan baku susu dari Australia dan Selandia Baru, harga susu pun mudah naik karena dipengaruhi kenaikan harga susu dunia.
Rendahnya produksi susu di Indonesia terjadi karena adanya permasalahan yang dihadapi dalam bidang peternakan di Indonesia yaitu masih rendahnya kemampuan budidaya khususnya menyangkut kesehatan ternak dan mutu bibit yang rendah. Kekurangan tersebut selain mengakibatkan lambatnya pertumbuhan produksi susu juga berpengaruh terhadap kualitas susu yang dihasilkan. Selain itu mulai sulitnya lahan sebagai sumber rumput hijauan bagi ternak, tingginya biaya transportasi, serta kecilnya skala usaha sebagaimana telah dikemukakan di atas, juga menjadi penghambat perkembangan produksi susu domestik. Hasil yang ditunjukan oleh fakta-fakta tersebut mendorong kita sebagai mahasiswa untuk dapat menemukan alternative umum untuk meningkatkan jumlah produksi susu.
Rekayasa genetika dapat digunakan agar susu yang dihasilkan oleh sapi dapat lebih banyak lagi. Sapi-sapi akan ditambahkan pada tubuhnya hormon bovine somatotropin yang disebut rbST, yaitu hormon yang dapat meningkatkan produksi susu hingga 20 persen. Produksi susu sapi normalnya 5,3 galon atau sekitar 20 liter per hari. Dengan dimeningkatnya hormon bovine somatotropin setidaknya produksi akan bertambah 6 galon, setara 25 liter per hari. Dengan mengembangkan eksperimen rekayasa genetika tersebut maka kebutuhan susu di Indonesia dapat terpenuhi karena produksi susu sapi akan ditingkatkan
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Rekayasa genetika
Rekayasa genetika dilakukan demgan prinsip pengambilan gen atau sekelompok gen dari sebuah sel dan mencangkokkan gen atau sekelompok gen tersebut pada sel lain dimana gen atau sekelompok gen tersebut mengikat diri mereka dengan gen atau sekelompok gen yang sudah ada dan bersama-sama menanggung reaksi biokimiawi penerima.
Pada dasarnya rekayasa genetika memanipulasi DNA (asam deoksiribosenuklat). Gen atau pembawa sifat yang bisa diturunkan dalam mahkluk terdiri dari rantai DNA. Rekayasa genetika menyeleksi gen DNA dari suatu organisme ke organisme lainnya. Pada awalnya, perkembangan tersebut hanya antara satu jenis mahkluk hidup, tetapi kini perkembangan sudah sedemikian maju sehingga bisa dimungkinkan untuk memindahkan gen dari satu jenis mahkluk hidup ke mahkluk hidup lainnya yang berbeda jenisnya. Salah satu teknik yang digunakan untuk mencoba menciptakan makhluk hidup yang hampir sama dengan yang sudah ada melalui rekayasa genetika adalah dinamakan teknik kloning. Kloning memperkenalkan manusia pada perkembangan badan yang deterministic, lewat cetak biru gen organisme induknya. Membuat kloning gen merupakan suatu teknologi untuk mengidentifikasi, mengisolasi, dan membuat duplikasi gen dari protein tertentu, dengan tujuan agar gen itu dapat dianalisa atau dipakai untuk memproduksi protein yang banyak terdapat dalam tubuh mahkluk hidup.
Hormon pertumbuhan pada sapi (bovine somatotropin)
Pertumbuhan sapi dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan factor genetis. Faktor lingkungan meliputi: pakan, baik hijauan maupun konsentrat, air, iklim dan fasilitas pemeliharaan yang lain. Pengaruh pertumbuhan yang disebabkan faktor lingkungan ini tidak diturunkan kepada anakan. Sedangkan faktor genetis yang dikendalikan oleh gen akan diturunkan kepada keturunannya. Pertumbuhan dikendalikan oleh beberapa gen, baik yang pengaruhnya besar/utama (major gene) sampai yang pengaruhnya kecil (minor gene). Salah satu gen yang diduga merupakan gen utama dalam mempengaruhi pertumbuhan adalah gen pengkode hormon pertumbuhan yang mempengaruhi sekresi hormone pertumbuhan.
Gen hormon pertumbuhan sapi (bovine growth hormone gene) telah dipetakan terletak pada kromosom 19 dengan lokasi q26-qtr (Hediger etal., 1990). Sekuen gen ini terdiri dari 1793 bp yang terbagi dalam lima ekson dan dipisahkan oleh 4 intron. Intron A, B, C dan D berturut-turut terdiri dari 248 bp, 227 bp, 227 bp dan 274 bp.
Mekanisme kerja hormone bovine somatotropin
Hormon Somatotropin sapi merupakan polypeptida bercabang yang mempunyai 416 asam-amino. Hormon ini mempunyai efek terhadap membran sel. Fungsi hormon ini diantaranya sebagai pemicu untuk membentuk dan meningkatkan konsentrasi cAMP sebagai proses terjadinya utusan kedua (second messenger) yang diikuti oleh proses-proses biologis lainnya; meningkatkan asam-amino ke dalam otot, ginjal dan fibroplast dan juga dapat menyebabkan lypolysis pada jaringan lemak yang dibantu oleh hormon lain seperti tiroksin dan glucocorticoid.
Mekanisme kerja Somatotropin dalam memperbaiki performans laktasi yaitu dengan perubahan pembagian penyerapan zat makanan (partitioning of absorbed nutrients), pertambahan lemak dikurangi, mobilisasi lemak ditingkatkan dan penggunaan glukosa oleh jaringan peripheral dan oksidasi glukosa dan asam-amino dikurangi . Akibatnya glukosa dan asam-amino menjadi tersedia untuk sintesis komponen susu serta cadangan lemak digunakan sebagai sumber energi. Selain itu respons ternak terhadap bST (bovine somatotropin) adalah peningkatan pengeluaran darah dari jantung (cardiac out put ) dan laju aliran darah ke ambing (mammary blood flow). Respons-respons ini yang menyebabkan peningkatan pemasukan zat makanan (nutrient). Breier et al . (1991).
TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui pengaruh dari penyuntikan bovine somatotropin pada sapi.
2. Mengetahui kelayakan rekayasa genetika sapi dalam usaha peningkatan produksi susu.
3. Mengetahui alternative umum dalam mengatasi permasalahan ketersediaan susu di Indonesia..
BAB II
PEMBAHASAN
Metode dalam mengisolasi hormone bovine somatotropin
Sampel darah diambil secara venepuncture, menggunakan venoject. Darah yang diperoleh dimasukkan ke dalam 50 ml tabung reaksi berisi heparin yang berfungsi sebagai antikoagulon. Sepuluh mililiter darah ini di ambil dan disimpan pada suhu –70oC untuk referensi dikemudian hari, sedangkan sisanya
digunakan langsung dalam untuk diekstrak sel darah putihnya. Sel darah putih kemudian diekstrak menggunakan teknik Buffy coat. Total darah dimasukkan ke dalam tabung sentrifus, dan kemudian disentrifugasi pada kecepatan
1500 rpm selama 15-20 menit. Buffy coat yang diperoleh kemudian diambil dengan menggunakan pipet, dipindahkan ke dalam 20mL tabung sentrifus dan dipenuhi dengan larutan buffer TE1, dan kemudian disentrifugasi pada kecepatan 2000 g selama 10-15 menit. Pellet yang diperoleh kemudian diresuspensikan dalam 1mL bufer TE2, dan kemudian dipindahkan ke dalam tabung penyimpan (Nunc) untuk disimpan pada suhu –80oC sampai saat digunakan untuk proses .selanjutnaya.
Ekstraksi DNA
DNA diekstraksi dari sel darah putih dengan menggunakan teknik Wizard Genomic Purification System (Promega, Madison USA).
PCR-RFLP
DNA yang diperoleh langsung digunakan untuk reaksi PCR yang dilakukan dalam mesin PCR (thermocycler Perkin Elmer 2400/ 9700). Reaksi ini digunakan untuk mengamplifikasi 2 gen homon pertumbuhan. Reaksi dilakukan dalam suatu volume
campuran sebanyak 25µL yang berisi 200µM dari masing-masing dNTPs, 2mM MgCl2, 10x bufer dan 1,5 unit Taq DNA polymerase dalam 0.6ml tabung PCR.
Amplifikasi gen hormone pertumbuhan
Lokus 2 gen hormon pertumbuhan (GH-L2), yang terdiri dari 329bp meliputi Exon III dan IV diamplifikasi dengan PCR menggunakan primer GH5/GH6 (Sutarno, 1998) dengan urutan oligonukleotida sebagai berikut:
GH5:
5’-CCCACGGGCAAGAATGAGGC-3’
GH6:
5’-TGAGGAACTGCAGGGGCCCA-3’
Kondisi reaksi amplifikasi PCR adalah: satu tahap reaksi denaturasi awal pada suhu 94oC selama 5 menit, diikuti dengan 30 siklus amplifikasi yang masing-
masing siklus terdiri dari: denaturasi pada 94oC selama45 detik, annealing pada 60o
C selama 45 detik, dan extension pada 72oC selama 1 menit; diikuti dengan satu tahap polymerasi final pada 72oC selama 5 menit.
RFLP analisis
Hasil amplifikasi PCR digunakan dalam reaksi digesti dengan menggunakan enzim AluI untuk mengidentifikasi situs polimorfisme AluI pada lokus 1, sedangkan lokus 2 didigesti menggunakan enzim MspI. Hasil digesti kemudian dielektroforesis pada bak elektroforesis horizontal dengan menggunakan gel yang terbuat dari 1-2% agarose dalam bufer TAE. Elektroforesis dilakukan dengan menggunakan gel horisontal selama 90 menit pada 55 volt. Lama waktu sangat tergantung pada konsentrasi gel dan voltase. Agar hasil elektroforesis dapat divisualisasi, ethidium bromida disertakan pada saat pembuatan gel dengan konsentrasi final 0,12 µg/mL. Setelah elektroforesis selesai, DNA divisualisasi dibawah sinar ultra violet dalam ruang gelap, dan diambil gambarnya menggunakan film Polaroid ukuran 57 dengan filter merah.
Manfaat hormone bovine somatotropin
Hormon pertumbuhan pada sapi (bovine growth hormone) mempunyai peran utama pada pertumbuhan, laktasi dan perkembangan kelenjar susu (Cunningham,, 1994; Hoj et al., 1993). Tidak diragukan lagi semua penelitian pemberian bST pada sapi perah memberikan hasil adanya peningkatan produksi susu, kualitas susu, memperbaiki persistensi laktasi serta meningkatkan efisiensi konversi pakan. Peningkatan produksi susu bervariasi hingga mencapai 5.4 kg per hari (Moallem et al., 2000) ,
Moallem et al. ( 2000 ), pada penelitian menggunakan dosis 500 mg Zn-Sometribove (bST) yang disuntikkan setiap 14 hari dan diberikan pada hari ke-10 hinggga ke 150 menunjukkan bahwa produksi susu FCM (Fat Corrected Milk) meningkat 5.4 kg per hari per ekor. Demikian juga hasil yang dilaporkan oleh Phipps et al., (1997) dan Luna-Dominguez et al. ( 2000 ) memperlihatkan produksi susu yang signifikan. Bauman et al. (1999) telah melakukan penelitian selama 8 tahun (1990-1999) , membandingkan 4 tahun periode sebelum bST disetujui FDA (1994) dan 4 tahun setelah disetujui. Penelitian ini dilakukan pada 340 peternakan dan tidak kurang 200.000 ekor sapi laktasi dan telah dilakukan 2 juta test memperlihatkan respons yang konsisten 4 tahun setelah disetujui, lemak susu dan protein meningkat dan persistensi laktasi diperbaiki.
Dampak Penggunaan Bovine Somatotropin
Sampai sejauh ini belum ada peneliti yang melaporkan dapak negatif dari penggunaan bST (bovine somatotropin). Kekhawatiranakan adanya penurunan bobot badan cukup beralasan terutama penggunaan bST pada awal laktasi. Hal ini berhubungan dengan kondisi sapi yang sedang mengalami keseimbangan energi yang negatif. Penggunaan bST menyebabakan penurunaan bobot badan pada kondisi yang memprihatinkan. Karena penggunaan bST akan memobilisasi cadangan lemak tubuh. Pada awal laktasi hingga menjelang puncak laktasi, bobot badan cendrung menurun. Keadaan ini dapat diatas dengan penggunaan bST setelah puncak laktasi. Setelah 50 hari laktasi (Phipps et al., 1997, Luna-Dominguez et al., 2000) atau dengan pemberian pakan yang baik (Moallem et al. 2000).
Hasil penelitian Scarda dan Mader (1991) Menunjukkan penggunaan bST tidak menunjukkan gejala toxic syndrome, tidak ada perubahan tingkah laku atau gangguan penyakit metabolik. Berdasarkan rekomendasi Kementrian Pertanian dan Nutrisi dan Kementrian Kesehatan Amerika, sertifikat aman untuk somidobove 4 April 1989 telah dikeluarkan. Keamanan untuk konsumen yang mengkonsumsi produk susu dan daging dari pemberian bST pada sapi perah berdasarkan penelitian dan pengetahuan yang ada yaitu ;
(1) Komposisi susu, flavor dan pertumbuhan biakan Starter asam laktat tidak dipengaruhi oleh bST,
(2) BST (bovine somatotropin) tidak mempunyai aktivitas biologis pada manusia, dan sebagai susu protein bST dicerna semuanya bila dikonsumsi.
Satu penelitian yang menunjukkan adanya indikasi terjadinya mastitis dengan meningkatnya jumlah sel somatic (SCC) pada pemberian bST. (Van Den Berg,1991). Akan tetapi hasil penelitian Bauman. (1999) SCC tidak dipengaruhi oleh adanya pemberian bST. Dijelaskan bahwa et al umumnya mastitis dan problem penyakit yang lain sering terjadi pada 45 hari setelah beranak. Resiko peningkatan mastitis klinis meningkat seiring meningkatnya produksi susu (Oltenacu dan Eskebo, 1994). Akan tetapi hasil penelitian Hoeben et al (1999) memperlihatkan bahwa pemberian bST. pada sapi yang terinfeksi oleh Streptococcus uberis dapat mencegah penurunan produksi susu, perubahan komposisi susu seperti laktosa, protein, lemak, Na+, K+ dan Cl-. Sedangkan menurut Bauman et al (1999) pada peternakan di Michigan pengobatan mastitis klinis dan culling pada sapi diberi perlakuan bST tidak terjadi.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penyuntikan bovine somatotropin
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikann di antaranya dosis yang digunakan, kapan atau pada hari keberapa setelah beranak, apakah sebelum atau setelah puncak laktasi. Kemudian kondisi atau persyaratan apa yang perlu disiapkan pada sapi seperti pakan, kondisi kesehatan, kandang dan peternak itu sendiri.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan ada beberapa dosis yang digunakan, mulai 167, 250, 334, 500 dan 640 mg per 14 hari. (Phipps et al., 1997; Luna-Dominguez et al. 2000; Moallem et al. 2000 ; Fontes JR et al., 1999 dan Torazon-Herrera et al, 1999 ). Ternyata dosis 345 dan 500 mg per 14 hari yang memberikan hasil yang terbaik. Namun penelitian Phipps et al. (1997) di Kenya dosis 354 dan 500 mg tidak memperlihatkan produksi susu yang signifikan. Hasil lain yang berbeda dilaporkan oleh peneliti Malaysia ternyata dosis 250 mg per 14 hari merupakan dosis yang paling ekonomis. Kondisi ini berbeda mungkin disebabkan adanya perbedaan berat badan (Azizah et al , 1993 ).
Pemberian dosis per 14 hari didasarkan bahwa respons bST mulai terjadi selama 24 jam dan respons maksimal terjadi selama satu minggu. Dengan dilakukan penyuntikan setiap dua minggu, ikut mengurangi penderitaan (stress) yang terjadi akibat penyuntikan yang dilakukan terus menerus dalam tempo yang singkat. Hal ini sangat menjadi concern pada penyayang binatang yang berhubungan dengan Isue Animal Welfare.
Demikian juga dalam hal kapan pemberian bST yaitu umumnya diberikan setelah puncak laktasi setelah 50 hari (Phipps et al. 1997; Fontes JR et al. , 1997; Luna-Dominguez et al. 2000), sepanjang laktasi (Bauman et al. 1999) atau awal hingga pertengahan laktasi (10-150 hari)( Moallem et al. 2000). Ternyata pemberian setelah laktasi memberikan respons terbaik. Hal ini berhubungan dengan kondisi sapi sebelum puncak laktasi yang memberikan kondisi keseimbangan energi yang negatif yang akan menimbulkan gangguan pada sapi penurunan bobot badan dan nurunnya Body Condition Score (BCS) sapi, sehingga kerentanan terhadap beberapa penyakit meningkat. Sapi pada pertengahan laktasi atau akhir laktasi keseimbangan pakannya umumnya positif.
Kondisi lain adalah hampir semua memerlukan dukungan energi yang cukup sesuai kebutuhan sapi untuk berproduksi sesuai dengan kemampuannya. Karena penggunaan bST meningkatkan produksi susu yang membutuhkan makanan untuk sintesis susu tersebut. Tetapi penelitian Phipps et al. (1997) menyimpulkan bahwa penggunaan bST tidak perlu mengubah manajemen dan kualitas sumber pakan yang ada di daerah tersebut. Selain itu dari beberapa penelitian ternyata hasil yang didapat lebih baik pada sapi multiparous (beranak lebih dari satu kali) dari pada primiparous (beranak pertama kecil) ( Luna-Dominguez et al. 2000, Rose dan Obara, 2000). Hal ini berhubungan dengan makin meningkatnya bobot badan setelah laktasi pertama. Demikian pula perlu perhatian khusus oleh peternak pada sapi yang mendapat perlakuan bST seperti kondisi kandang dan lain-lain.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Penggunaan Bovine Somatotropin (bST) dapat meningkatkan produksi susu, kualitas susu, memperbaiki persistensi laktasi dan efisiensi konversi pakan. Sejauh ini belum ada efek buruk dari penggunaan bST.
Dari uraian diatas penggunaan bST dapat dilakukan di Indonesia. Sehingga dapat digunakan sebagi alternative umum dalam memenuhi kebutuhan susu di Indonesia. Penggunaan bST dapat dilakukan terutama pada perusahan peternakan sapi perah dan peternakan rakyat serat hanya diberikan pada sapi yang berproduksi tinggi.
Dosis yang digunakan adalah 250 mg atau 354 mg per 14 hari dan diberikan 50 hari setelah laktasi hingga kurang lebih hari ke 200, serta harus didukung dengan pakan yang cukup berkualitas. Disamping itu perlu dilakukan pengontrolan yang ketat.
SARAN
1. Pemerintah mudah-mudahan dapat meningkatkan alokasi dana untuk membiayai sejumlah penelitian dalam rangka mengembangkan teknologi rekayasa genetika.
2. Seluruh stake holder dalam dunia kesehatan diharapkan dapat
lebih aktif dalam mengembangkan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, A.R.,R.H. Phipps, I.A. Fursyith, D.L. Hard, W.E. Wan Hassan and J.A Taylor..1993. Influence of a prolonged release formulation of bovine somatotropin (Sometribove) on milk production and the concentration of bovine somatotropin and insulin like growth factor-1 (IGF-1) in serum and milk of Malaysian Sahiwal x Friesian cows. Livest.Prod. Sci. 35 : 173.
Bauman, D.E., R.W. Everxett, W.H. Weiland and R.J. Collier. 1991.Production responses to bovine somatotropin in Northeast dairy herds. J. Dairy. Sci. 82:2564-2573.
Breier, B.H./P.D. Gluckman, S.N. McCutchen and S.R. Davis. 1991. Physiological responses to somatotropin in the ruminant. J. Dairy .Sci. 74(Suppl.2):20-34.
Dunlap, T.F., R.A. Kohn, G.E. Dahl, M. Varner and R.A. erdman. 2000. The impact of somatotropin, milking frequency and photoperiod on dairy farm nutrient flows. J. Dairy. Sci. 83:968-976.
Fontes JR, C., V.K. Meserole, W. Mattos, R.P. Barros, Z. Wu and J.T. Huber. 1997. Response of Brazilian crossbred cows to varying doses of bovine somatotropin. J. Dairy. Sci. 80:3234-3240.
Hoeben, D., C. Burvenich, P.J. Eppard and D.L. Hard. 1999. Effect of recombinant bovine somatotropin on milk production and composition of cows with Streptococcus uberis Mastitis. J. DairySci. 82:1671-1683.
Jikell, T.D. 1998. Nutrient biogeochemistry of coastal zone. Science 281:217-222.
Moallem, U., Y. Folman and D. Sklan . 2000. Effects of somatotropin and dietary calsium soaps of fatty acids in early lactation on milk production, dry matter intake, and energy balance of high-yielding dairy cows. J. Dairy Sci 83: 2085-2094.
Luna-Dominguez, J.E., R.M. Enns, D.V. Armstrong and R.L.Ax. 2000. Reproductive performance of Holstein cows receiving somatotropin. J. Dairy Sci. 83: 1451-1455.
Oltenacu, P.A. and I.Ekesbo. 1994. Epidemilogical Study of clinical mastitis in dairy cattle Vet. Res. 25:208.
Phipps, R.H., D.L. Hard, and F. Adriaens. 1997. Use of bovine somatotropin in the tropics: The effect of sometribove on milk production in Western, Eastern and Southern Africa. J. Dairy Sci. Vol. 13. No.2:236-243.
Torazon-Herrera, M., J.T. Huber, J. Santos, H. Mena, L.Nusso, and C. Nussio. 1999. Effects of bovine somatotropin and evaporative cooling plus shade on lactation performance of cows during summer heat-stress. J. Dairy Sci. 82:2352-2357.
Van Den Berg, G. 1991. A review of Quality and processing suitability of milk from cows treated with bovine somatotropin, J. Dairy Sci. 74(Suppl.2):2-11.
ABSTRAK
Indonesia saat ini dan beberapa tahun ke depan sangat dituntut upaya meningkatkan produksi susu. Kebutuhan susu segar dan produk susu semakin meningkat akibat pertambahan penduduk yang sangat cepat. Thetapi hal ini tidak diimbangi dengan produksi susu yang masih terbatas.
Salah satu teknologi yang saat ini sedang digunakan secara luas adalah penggunaan Bovine Somatotropin (bST). Penggunaan bST di beberapa negara terutama Amerika telah teruji kemampuannya dalam meningkatkan produksi susu. Akan tetapi berbagai kalangaan termasuk praktisi, peneliti maupun konsumen masih mempertanyakan dampak penggunaan bST, baik pada ternak, manusia maupun lingkungan. Sehingga penggunaan di Indonesia mungkin masih menunggu beberapa waktu lagi. Padahal dibandingkan dengan impor sapi perah yang pada saat ini yang sangat besar biayanya, penggunaan bST dapat meningkatkan produksi susu hingga 20% % tanpa harus menambah jumlah sapi perah serta menambah fasilitas seperti kandang dan penggunaan lahan bar
BABI
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Kebutuhan susu nasional semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. Tapi Peningkatan permintaan ini tidak bisa diimbangi oleh peningkatan jumlah produk susu nasional. Setiap tahunnya, Indonesia membutuhkan sekitar 2,5 juta ton susu. Produksi susu dalam negeri Indonesia masih sangat rendah, yakni 636,8 ribu ton atau sekitar 26,5% dari total pasokan nasional, sementara 1.420,4 ribu ton atau 73,5% pasokan susu didapat dari impor.(Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian). Ketika Indonesia sangat bergantung kepada bahan baku susu dari Australia dan Selandia Baru, harga susu pun mudah naik karena dipengaruhi kenaikan harga susu dunia.
Rendahnya produksi susu di Indonesia terjadi karena adanya permasalahan yang dihadapi dalam bidang peternakan di Indonesia yaitu masih rendahnya kemampuan budidaya khususnya menyangkut kesehatan ternak dan mutu bibit yang rendah. Kekurangan tersebut selain mengakibatkan lambatnya pertumbuhan produksi susu juga berpengaruh terhadap kualitas susu yang dihasilkan. Selain itu mulai sulitnya lahan sebagai sumber rumput hijauan bagi ternak, tingginya biaya transportasi, serta kecilnya skala usaha sebagaimana telah dikemukakan di atas, juga menjadi penghambat perkembangan produksi susu domestik. Hasil yang ditunjukan oleh fakta-fakta tersebut mendorong kita sebagai mahasiswa untuk dapat menemukan alternative umum untuk meningkatkan jumlah produksi susu.
Rekayasa genetika dapat digunakan agar susu yang dihasilkan oleh sapi dapat lebih banyak lagi. Sapi-sapi akan ditambahkan pada tubuhnya hormon bovine somatotropin yang disebut rbST, yaitu hormon yang dapat meningkatkan produksi susu hingga 20 persen. Produksi susu sapi normalnya 5,3 galon atau sekitar 20 liter per hari. Dengan dimeningkatnya hormon bovine somatotropin setidaknya produksi akan bertambah 6 galon, setara 25 liter per hari. Dengan mengembangkan eksperimen rekayasa genetika tersebut maka kebutuhan susu di Indonesia dapat terpenuhi karena produksi susu sapi akan ditingkatkan
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Rekayasa genetika
Rekayasa genetika dilakukan demgan prinsip pengambilan gen atau sekelompok gen dari sebuah sel dan mencangkokkan gen atau sekelompok gen tersebut pada sel lain dimana gen atau sekelompok gen tersebut mengikat diri mereka dengan gen atau sekelompok gen yang sudah ada dan bersama-sama menanggung reaksi biokimiawi penerima.
Pada dasarnya rekayasa genetika memanipulasi DNA (asam deoksiribosenuklat). Gen atau pembawa sifat yang bisa diturunkan dalam mahkluk terdiri dari rantai DNA. Rekayasa genetika menyeleksi gen DNA dari suatu organisme ke organisme lainnya. Pada awalnya, perkembangan tersebut hanya antara satu jenis mahkluk hidup, tetapi kini perkembangan sudah sedemikian maju sehingga bisa dimungkinkan untuk memindahkan gen dari satu jenis mahkluk hidup ke mahkluk hidup lainnya yang berbeda jenisnya. Salah satu teknik yang digunakan untuk mencoba menciptakan makhluk hidup yang hampir sama dengan yang sudah ada melalui rekayasa genetika adalah dinamakan teknik kloning. Kloning memperkenalkan manusia pada perkembangan badan yang deterministic, lewat cetak biru gen organisme induknya. Membuat kloning gen merupakan suatu teknologi untuk mengidentifikasi, mengisolasi, dan membuat duplikasi gen dari protein tertentu, dengan tujuan agar gen itu dapat dianalisa atau dipakai untuk memproduksi protein yang banyak terdapat dalam tubuh mahkluk hidup.
Hormon pertumbuhan pada sapi (bovine somatotropin)
Pertumbuhan sapi dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan factor genetis. Faktor lingkungan meliputi: pakan, baik hijauan maupun konsentrat, air, iklim dan fasilitas pemeliharaan yang lain. Pengaruh pertumbuhan yang disebabkan faktor lingkungan ini tidak diturunkan kepada anakan. Sedangkan faktor genetis yang dikendalikan oleh gen akan diturunkan kepada keturunannya. Pertumbuhan dikendalikan oleh beberapa gen, baik yang pengaruhnya besar/utama (major gene) sampai yang pengaruhnya kecil (minor gene). Salah satu gen yang diduga merupakan gen utama dalam mempengaruhi pertumbuhan adalah gen pengkode hormon pertumbuhan yang mempengaruhi sekresi hormone pertumbuhan.
Gen hormon pertumbuhan sapi (bovine growth hormone gene) telah dipetakan terletak pada kromosom 19 dengan lokasi q26-qtr (Hediger etal., 1990). Sekuen gen ini terdiri dari 1793 bp yang terbagi dalam lima ekson dan dipisahkan oleh 4 intron. Intron A, B, C dan D berturut-turut terdiri dari 248 bp, 227 bp, 227 bp dan 274 bp.
Mekanisme kerja hormone bovine somatotropin
Hormon Somatotropin sapi merupakan polypeptida bercabang yang mempunyai 416 asam-amino. Hormon ini mempunyai efek terhadap membran sel. Fungsi hormon ini diantaranya sebagai pemicu untuk membentuk dan meningkatkan konsentrasi cAMP sebagai proses terjadinya utusan kedua (second messenger) yang diikuti oleh proses-proses biologis lainnya; meningkatkan asam-amino ke dalam otot, ginjal dan fibroplast dan juga dapat menyebabkan lypolysis pada jaringan lemak yang dibantu oleh hormon lain seperti tiroksin dan glucocorticoid.
Mekanisme kerja Somatotropin dalam memperbaiki performans laktasi yaitu dengan perubahan pembagian penyerapan zat makanan (partitioning of absorbed nutrients), pertambahan lemak dikurangi, mobilisasi lemak ditingkatkan dan penggunaan glukosa oleh jaringan peripheral dan oksidasi glukosa dan asam-amino dikurangi . Akibatnya glukosa dan asam-amino menjadi tersedia untuk sintesis komponen susu serta cadangan lemak digunakan sebagai sumber energi. Selain itu respons ternak terhadap bST (bovine somatotropin) adalah peningkatan pengeluaran darah dari jantung (cardiac out put ) dan laju aliran darah ke ambing (mammary blood flow). Respons-respons ini yang menyebabkan peningkatan pemasukan zat makanan (nutrient). Breier et al . (1991).
TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui pengaruh dari penyuntikan bovine somatotropin pada sapi.
2. Mengetahui kelayakan rekayasa genetika sapi dalam usaha peningkatan produksi susu.
3. Mengetahui alternative umum dalam mengatasi permasalahan ketersediaan susu di Indonesia..
BAB II
PEMBAHASAN
Metode dalam mengisolasi hormone bovine somatotropin
Sampel darah diambil secara venepuncture, menggunakan venoject. Darah yang diperoleh dimasukkan ke dalam 50 ml tabung reaksi berisi heparin yang berfungsi sebagai antikoagulon. Sepuluh mililiter darah ini di ambil dan disimpan pada suhu –70oC untuk referensi dikemudian hari, sedangkan sisanya
digunakan langsung dalam untuk diekstrak sel darah putihnya. Sel darah putih kemudian diekstrak menggunakan teknik Buffy coat. Total darah dimasukkan ke dalam tabung sentrifus, dan kemudian disentrifugasi pada kecepatan
1500 rpm selama 15-20 menit. Buffy coat yang diperoleh kemudian diambil dengan menggunakan pipet, dipindahkan ke dalam 20mL tabung sentrifus dan dipenuhi dengan larutan buffer TE1, dan kemudian disentrifugasi pada kecepatan 2000 g selama 10-15 menit. Pellet yang diperoleh kemudian diresuspensikan dalam 1mL bufer TE2, dan kemudian dipindahkan ke dalam tabung penyimpan (Nunc) untuk disimpan pada suhu –80oC sampai saat digunakan untuk proses .selanjutnaya.
Ekstraksi DNA
DNA diekstraksi dari sel darah putih dengan menggunakan teknik Wizard Genomic Purification System (Promega, Madison USA).
PCR-RFLP
DNA yang diperoleh langsung digunakan untuk reaksi PCR yang dilakukan dalam mesin PCR (thermocycler Perkin Elmer 2400/ 9700). Reaksi ini digunakan untuk mengamplifikasi 2 gen homon pertumbuhan. Reaksi dilakukan dalam suatu volume
campuran sebanyak 25µL yang berisi 200µM dari masing-masing dNTPs, 2mM MgCl2, 10x bufer dan 1,5 unit Taq DNA polymerase dalam 0.6ml tabung PCR.
Amplifikasi gen hormone pertumbuhan
Lokus 2 gen hormon pertumbuhan (GH-L2), yang terdiri dari 329bp meliputi Exon III dan IV diamplifikasi dengan PCR menggunakan primer GH5/GH6 (Sutarno, 1998) dengan urutan oligonukleotida sebagai berikut:
GH5:
5’-CCCACGGGCAAGAATGAGGC-3’
GH6:
5’-TGAGGAACTGCAGGGGCCCA-3’
Kondisi reaksi amplifikasi PCR adalah: satu tahap reaksi denaturasi awal pada suhu 94oC selama 5 menit, diikuti dengan 30 siklus amplifikasi yang masing-
masing siklus terdiri dari: denaturasi pada 94oC selama45 detik, annealing pada 60o
C selama 45 detik, dan extension pada 72oC selama 1 menit; diikuti dengan satu tahap polymerasi final pada 72oC selama 5 menit.
RFLP analisis
Hasil amplifikasi PCR digunakan dalam reaksi digesti dengan menggunakan enzim AluI untuk mengidentifikasi situs polimorfisme AluI pada lokus 1, sedangkan lokus 2 didigesti menggunakan enzim MspI. Hasil digesti kemudian dielektroforesis pada bak elektroforesis horizontal dengan menggunakan gel yang terbuat dari 1-2% agarose dalam bufer TAE. Elektroforesis dilakukan dengan menggunakan gel horisontal selama 90 menit pada 55 volt. Lama waktu sangat tergantung pada konsentrasi gel dan voltase. Agar hasil elektroforesis dapat divisualisasi, ethidium bromida disertakan pada saat pembuatan gel dengan konsentrasi final 0,12 µg/mL. Setelah elektroforesis selesai, DNA divisualisasi dibawah sinar ultra violet dalam ruang gelap, dan diambil gambarnya menggunakan film Polaroid ukuran 57 dengan filter merah.
Manfaat hormone bovine somatotropin
Hormon pertumbuhan pada sapi (bovine growth hormone) mempunyai peran utama pada pertumbuhan, laktasi dan perkembangan kelenjar susu (Cunningham,, 1994; Hoj et al., 1993). Tidak diragukan lagi semua penelitian pemberian bST pada sapi perah memberikan hasil adanya peningkatan produksi susu, kualitas susu, memperbaiki persistensi laktasi serta meningkatkan efisiensi konversi pakan. Peningkatan produksi susu bervariasi hingga mencapai 5.4 kg per hari (Moallem et al., 2000) ,
Moallem et al. ( 2000 ), pada penelitian menggunakan dosis 500 mg Zn-Sometribove (bST) yang disuntikkan setiap 14 hari dan diberikan pada hari ke-10 hinggga ke 150 menunjukkan bahwa produksi susu FCM (Fat Corrected Milk) meningkat 5.4 kg per hari per ekor. Demikian juga hasil yang dilaporkan oleh Phipps et al., (1997) dan Luna-Dominguez et al. ( 2000 ) memperlihatkan produksi susu yang signifikan. Bauman et al. (1999) telah melakukan penelitian selama 8 tahun (1990-1999) , membandingkan 4 tahun periode sebelum bST disetujui FDA (1994) dan 4 tahun setelah disetujui. Penelitian ini dilakukan pada 340 peternakan dan tidak kurang 200.000 ekor sapi laktasi dan telah dilakukan 2 juta test memperlihatkan respons yang konsisten 4 tahun setelah disetujui, lemak susu dan protein meningkat dan persistensi laktasi diperbaiki.
Dampak Penggunaan Bovine Somatotropin
Sampai sejauh ini belum ada peneliti yang melaporkan dapak negatif dari penggunaan bST (bovine somatotropin). Kekhawatiranakan adanya penurunan bobot badan cukup beralasan terutama penggunaan bST pada awal laktasi. Hal ini berhubungan dengan kondisi sapi yang sedang mengalami keseimbangan energi yang negatif. Penggunaan bST menyebabakan penurunaan bobot badan pada kondisi yang memprihatinkan. Karena penggunaan bST akan memobilisasi cadangan lemak tubuh. Pada awal laktasi hingga menjelang puncak laktasi, bobot badan cendrung menurun. Keadaan ini dapat diatas dengan penggunaan bST setelah puncak laktasi. Setelah 50 hari laktasi (Phipps et al., 1997, Luna-Dominguez et al., 2000) atau dengan pemberian pakan yang baik (Moallem et al. 2000).
Hasil penelitian Scarda dan Mader (1991) Menunjukkan penggunaan bST tidak menunjukkan gejala toxic syndrome, tidak ada perubahan tingkah laku atau gangguan penyakit metabolik. Berdasarkan rekomendasi Kementrian Pertanian dan Nutrisi dan Kementrian Kesehatan Amerika, sertifikat aman untuk somidobove 4 April 1989 telah dikeluarkan. Keamanan untuk konsumen yang mengkonsumsi produk susu dan daging dari pemberian bST pada sapi perah berdasarkan penelitian dan pengetahuan yang ada yaitu ;
(1) Komposisi susu, flavor dan pertumbuhan biakan Starter asam laktat tidak dipengaruhi oleh bST,
(2) BST (bovine somatotropin) tidak mempunyai aktivitas biologis pada manusia, dan sebagai susu protein bST dicerna semuanya bila dikonsumsi.
Satu penelitian yang menunjukkan adanya indikasi terjadinya mastitis dengan meningkatnya jumlah sel somatic (SCC) pada pemberian bST. (Van Den Berg,1991). Akan tetapi hasil penelitian Bauman. (1999) SCC tidak dipengaruhi oleh adanya pemberian bST. Dijelaskan bahwa et al umumnya mastitis dan problem penyakit yang lain sering terjadi pada 45 hari setelah beranak. Resiko peningkatan mastitis klinis meningkat seiring meningkatnya produksi susu (Oltenacu dan Eskebo, 1994). Akan tetapi hasil penelitian Hoeben et al (1999) memperlihatkan bahwa pemberian bST. pada sapi yang terinfeksi oleh Streptococcus uberis dapat mencegah penurunan produksi susu, perubahan komposisi susu seperti laktosa, protein, lemak, Na+, K+ dan Cl-. Sedangkan menurut Bauman et al (1999) pada peternakan di Michigan pengobatan mastitis klinis dan culling pada sapi diberi perlakuan bST tidak terjadi.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penyuntikan bovine somatotropin
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikann di antaranya dosis yang digunakan, kapan atau pada hari keberapa setelah beranak, apakah sebelum atau setelah puncak laktasi. Kemudian kondisi atau persyaratan apa yang perlu disiapkan pada sapi seperti pakan, kondisi kesehatan, kandang dan peternak itu sendiri.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan ada beberapa dosis yang digunakan, mulai 167, 250, 334, 500 dan 640 mg per 14 hari. (Phipps et al., 1997; Luna-Dominguez et al. 2000; Moallem et al. 2000 ; Fontes JR et al., 1999 dan Torazon-Herrera et al, 1999 ). Ternyata dosis 345 dan 500 mg per 14 hari yang memberikan hasil yang terbaik. Namun penelitian Phipps et al. (1997) di Kenya dosis 354 dan 500 mg tidak memperlihatkan produksi susu yang signifikan. Hasil lain yang berbeda dilaporkan oleh peneliti Malaysia ternyata dosis 250 mg per 14 hari merupakan dosis yang paling ekonomis. Kondisi ini berbeda mungkin disebabkan adanya perbedaan berat badan (Azizah et al , 1993 ).
Pemberian dosis per 14 hari didasarkan bahwa respons bST mulai terjadi selama 24 jam dan respons maksimal terjadi selama satu minggu. Dengan dilakukan penyuntikan setiap dua minggu, ikut mengurangi penderitaan (stress) yang terjadi akibat penyuntikan yang dilakukan terus menerus dalam tempo yang singkat. Hal ini sangat menjadi concern pada penyayang binatang yang berhubungan dengan Isue Animal Welfare.
Demikian juga dalam hal kapan pemberian bST yaitu umumnya diberikan setelah puncak laktasi setelah 50 hari (Phipps et al. 1997; Fontes JR et al. , 1997; Luna-Dominguez et al. 2000), sepanjang laktasi (Bauman et al. 1999) atau awal hingga pertengahan laktasi (10-150 hari)( Moallem et al. 2000). Ternyata pemberian setelah laktasi memberikan respons terbaik. Hal ini berhubungan dengan kondisi sapi sebelum puncak laktasi yang memberikan kondisi keseimbangan energi yang negatif yang akan menimbulkan gangguan pada sapi penurunan bobot badan dan nurunnya Body Condition Score (BCS) sapi, sehingga kerentanan terhadap beberapa penyakit meningkat. Sapi pada pertengahan laktasi atau akhir laktasi keseimbangan pakannya umumnya positif.
Kondisi lain adalah hampir semua memerlukan dukungan energi yang cukup sesuai kebutuhan sapi untuk berproduksi sesuai dengan kemampuannya. Karena penggunaan bST meningkatkan produksi susu yang membutuhkan makanan untuk sintesis susu tersebut. Tetapi penelitian Phipps et al. (1997) menyimpulkan bahwa penggunaan bST tidak perlu mengubah manajemen dan kualitas sumber pakan yang ada di daerah tersebut. Selain itu dari beberapa penelitian ternyata hasil yang didapat lebih baik pada sapi multiparous (beranak lebih dari satu kali) dari pada primiparous (beranak pertama kecil) ( Luna-Dominguez et al. 2000, Rose dan Obara, 2000). Hal ini berhubungan dengan makin meningkatnya bobot badan setelah laktasi pertama. Demikian pula perlu perhatian khusus oleh peternak pada sapi yang mendapat perlakuan bST seperti kondisi kandang dan lain-lain.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Penggunaan Bovine Somatotropin (bST) dapat meningkatkan produksi susu, kualitas susu, memperbaiki persistensi laktasi dan efisiensi konversi pakan. Sejauh ini belum ada efek buruk dari penggunaan bST.
Dari uraian diatas penggunaan bST dapat dilakukan di Indonesia. Sehingga dapat digunakan sebagi alternative umum dalam memenuhi kebutuhan susu di Indonesia. Penggunaan bST dapat dilakukan terutama pada perusahan peternakan sapi perah dan peternakan rakyat serat hanya diberikan pada sapi yang berproduksi tinggi.
Dosis yang digunakan adalah 250 mg atau 354 mg per 14 hari dan diberikan 50 hari setelah laktasi hingga kurang lebih hari ke 200, serta harus didukung dengan pakan yang cukup berkualitas. Disamping itu perlu dilakukan pengontrolan yang ketat.
SARAN
1. Pemerintah mudah-mudahan dapat meningkatkan alokasi dana untuk membiayai sejumlah penelitian dalam rangka mengembangkan teknologi rekayasa genetika.
2. Seluruh stake holder dalam dunia kesehatan diharapkan dapat
lebih aktif dalam mengembangkan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, A.R.,R.H. Phipps, I.A. Fursyith, D.L. Hard, W.E. Wan Hassan and J.A Taylor..1993. Influence of a prolonged release formulation of bovine somatotropin (Sometribove) on milk production and the concentration of bovine somatotropin and insulin like growth factor-1 (IGF-1) in serum and milk of Malaysian Sahiwal x Friesian cows. Livest.Prod. Sci. 35 : 173.
Bauman, D.E., R.W. Everxett, W.H. Weiland and R.J. Collier. 1991.Production responses to bovine somatotropin in Northeast dairy herds. J. Dairy. Sci. 82:2564-2573.
Breier, B.H./P.D. Gluckman, S.N. McCutchen and S.R. Davis. 1991. Physiological responses to somatotropin in the ruminant. J. Dairy .Sci. 74(Suppl.2):20-34.
Dunlap, T.F., R.A. Kohn, G.E. Dahl, M. Varner and R.A. erdman. 2000. The impact of somatotropin, milking frequency and photoperiod on dairy farm nutrient flows. J. Dairy. Sci. 83:968-976.
Fontes JR, C., V.K. Meserole, W. Mattos, R.P. Barros, Z. Wu and J.T. Huber. 1997. Response of Brazilian crossbred cows to varying doses of bovine somatotropin. J. Dairy. Sci. 80:3234-3240.
Hoeben, D., C. Burvenich, P.J. Eppard and D.L. Hard. 1999. Effect of recombinant bovine somatotropin on milk production and composition of cows with Streptococcus uberis Mastitis. J. DairySci. 82:1671-1683.
Jikell, T.D. 1998. Nutrient biogeochemistry of coastal zone. Science 281:217-222.
Moallem, U., Y. Folman and D. Sklan . 2000. Effects of somatotropin and dietary calsium soaps of fatty acids in early lactation on milk production, dry matter intake, and energy balance of high-yielding dairy cows. J. Dairy Sci 83: 2085-2094.
Luna-Dominguez, J.E., R.M. Enns, D.V. Armstrong and R.L.Ax. 2000. Reproductive performance of Holstein cows receiving somatotropin. J. Dairy Sci. 83: 1451-1455.
Oltenacu, P.A. and I.Ekesbo. 1994. Epidemilogical Study of clinical mastitis in dairy cattle Vet. Res. 25:208.
Phipps, R.H., D.L. Hard, and F. Adriaens. 1997. Use of bovine somatotropin in the tropics: The effect of sometribove on milk production in Western, Eastern and Southern Africa. J. Dairy Sci. Vol. 13. No.2:236-243.
Torazon-Herrera, M., J.T. Huber, J. Santos, H. Mena, L.Nusso, and C. Nussio. 1999. Effects of bovine somatotropin and evaporative cooling plus shade on lactation performance of cows during summer heat-stress. J. Dairy Sci. 82:2352-2357.
Van Den Berg, G. 1991. A review of Quality and processing suitability of milk from cows treated with bovine somatotropin, J. Dairy Sci. 74(Suppl.2):2-11.
Suci Pharmacia: Enzim Serapeptase
Suci Pharmacia: Enzim Serapeptase: "PEMANFAATAN ENZIM SERAPEPTASE ULAT SUTERA SEBAGAI ANALGETIK DAN ANTI INFLAMASI ALTERNATIF &..."
All about Diabetes Melitus
TERAPI DIABETES MELITUS
A. DEFINISI
Diabetes Melitus, penyakit gula atau kencing manis adalah suatu gangguan kronis yang bercirikan hiperglikemia ( glukosa darah terlampau meningkat dan khususnya menyangkut hidratarang (glukosa) didalam tubuh, tetapi metabolisme lemak dan protein juga terganggu.
B. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS BERDASARKAN ETIOLOGI
Klasifikasi Diabetes Melitus (ADA 2009):
a. Diabetes Melitus tipe-1 (IDDM)
Pada tipe ini terdapat destruksi dari sel beta pankreas, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute. Disebabkan oleh kelainan system imun dan idiopatik.
b. Diabetes Melitus tipe-2
Diabetes mellitus tipe 2 disebut juga non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM),”diabetes yang tidak bergantung pada insulin") terjadi karena berkurangnya sekresi insulin di sel beta pangkreas atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang melibatkan reseptor insulin di membran sel.
c. Diabetes Melitus tipe lain
Defek genetic fungsi sel beta
Kromosom 12, HNF-α
Kromosom 7, glukokinase
Kromosom 20, HNF α
Kromosom 13, Insulin promoter factor
Kromosom 17, HNF-1β
Kromosom 2, Neuro D1
Defek genetic kerja insulin : Resistensi insulin tipe A, I eprechaunism, sindrom Rabson Medenhall diabetes lipoatrofik.
Penyakit Eksokrin pancreas : pancreatitis, trauma, neoplasma, fibrosis kistik hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus.
Endokrinopati: Akromegalli, sindrom chusing, feokromositoma, hipertiroidsme somatostationoma, aldosteronoma.
Karena obat / zat kimia :Vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, aldosteronoma.
Infeksi: rubella conginetal, CMV.
Imunologi (jarang ) : Sindrom “Stiffman”, antibody anti reseptor lainnya.
d. Diabetes Melitus kehamilan
C. PREVALENSI PENYAKIT
a. Diabetes Melitus Tipe-1
Menghinggapi orang dibawah usia 30 tahun dan paling sering dimulai pada usia 10-13 tahun. Insidensinya di negara Barat telah berlipat ganda 20-30 tahun terakhir.
b. Diabetes Melitus Tipe-2
Menurut perkiraan 5-10% dari orang diatas 60 tahun mengidap DM tipe-2. Pada orang Afrika terdapat 2 kali lebih banyak pasien DM tipe-2 daripada orang Eropa; Pada orang Asia selatan bahkan rata-rata 4-5 kali lebih banyak. Pada beberapa kelompok etnik di beberapa Negara yang mengalami perubahan gaya hidup yang sangat berbeda dengan cara hidup sebelumnya karena memang mereka lebih makmur, kekerapan diabetes bisa mencapai 35% seperti misalnya dibeberapa bangsa Mikronesia dan Polinesia di Pasifik, Indian Pima di Amerika serikat, orang Meksiko yang ada di Amerika serikat, Arab Saudi, Indian Canada, Singapura dan Taiwan.
c. Diabetes Melitus Tipe-2 di Indonesia
Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes Mellitus di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat teratur.
D. PATOFISIOLOGI PENYAKIT
a. Diabetes Melitus tipe 1
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah. Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
b. Diabetes Melitus tipe 2
Gangguan baik dari produksi maupun aksi insulin menyebabkan gangguan pada metabolisme glukosa, dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Pada dasarnya ini bermula dari hambatan dalam utilisasi glukosa yang kemudian diikuti oleh peningkatan kadar glukosa darah. Pada diabetes mellitus tipe-2 yakni diabetes yang paling sering ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor utama yaitu tidak adekuatnya sekresi Insulin (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Secara klinis, perjalanan penyakit ini bersifat progesif dan cenderung melibatkan pula gangguan metabolisme lemak ataupun protein. Peningkatan kadar glukosa darah oleh karena utilisasi yang tidak berlangsung pada gilirannya secara klinis sering memunculkan abnormalitas dari kadar lipid darah.
E. FAKTOR RESIKO
a. Faktor resiko yang tidak dapat di modifikasi:
Ras dan etnik
Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)
Umur : Resiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Usia > 45tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional/ diabetes kehamilan.
Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.
Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi disbanding dengan bayi lahir dengan BB normal.
b. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi;
Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).
Kurangnya aktivitas fisik.
Hipertensi (> 140/90 mmHg).
Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe-2.
c. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :
Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin.
Penderita sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.
Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK,PAD (Peripheral Arterial Diseases).
F. GEJALA PENYAKIT
Penyakit diabetes mellitus ditandai dengan gejala 3P, yaitu poliuria (banyak berkemi), polidipsia (banyak minum), polifagia (banyak makan). Disamping naiknya kadar gula darah diabetes ditandai adanya gula dalam (glykosuria) dan banyak berkemih kandungan glukosa yang dieksresikan mengikat banyak air. Akibatnya timbul rasa dan kehilangan energi, turunnya berat badan serta rasa letih. Tubuh mulai membakar lemak untuk memenuhi kebutuhan energinya yang disertai pembentukkan zat-zat perombakan, antara lain aseton, dan diasetat, yang membuat darah menjadi asam.
G. DIAGNOSIS PENYAKIT
a. Pemeriksaan Glukosa Darah
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Alur diagnosis DM dibagi menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali suda cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM juga dapat ditentukan melalui:
Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/Dl (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
Atau
Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anidrus yang dilarutkan ke dalam air.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1994)
3 hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa
Diberikan glukosa75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai
Periksa glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3 yaitu:
< 140 mg/dL : normal 140 - < 200 mg/dL :toleransi glukosa terganggu ≥ 200 mg/dL :diabetes Melitus b. Pemeriksaan HbA1C HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel. Pengukutran HbA1C secara klinis digunakan untuk memantau kemajuan pasien secara keseluruhan. Hasil pemeriksaan HbA1c dapat menggambarkan rata-rata kadar glukosa darah selama ± 3 bulan sehingga pasien diabetes melitus perlu melakukan pemeriksaan HbA1c untuk mengetahui rata-rata kadar glukosa darah dalam waktu 1-3 bulan sebelumnya. Tabel 1. Hubungan kadar HbA1C dengan rata-rata kadar gula darah HbA1C (%) Rata-rata Gula Darah (mg/dl) 6 135 7 170 8 205 9 240 10 275 11 310 12 345 Kadar HbA1C normal pada bukan penyandang diabetes antara 4% sampai dengan 6%. Beberapa studi menunjukkan bahwa diabetes yang tidak terkontrol akan mengakibatkan timbulnya komplikasi, untuk itu pada penyandang diabetes, kadar HbA1C ditargetkan kurang dari 7%. Semakin tinggi kadar HbA1C maka semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi, demikian pula sebaliknya. c. Pemeriksaan C-peptida Untuk membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide. Konsentrasi C-peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk memonitor respons individual setelah operasi pankreas. Pankreas dari pasien DM tipe 1 tidak dapat memproduksi insulin dan karena itu konsentrasi C-peptida akan menurun sedangkan pada pasien DM tipe 2 konsentrasi C-pepida biasanya normal atau lebih tinggi dari normal. H. TERAPI NON FARMAKOLOGI Terapi non farmakologi meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang dilakukan secara terus menerus a. Terapi Gizi Medis Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes (diabetesi). Terapi ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Adapun tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan: 1. Kadar glukosa darah mendekati normal : Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dl Kadar A1c < 7% 2. Tekanan darah < 130/80 mmHg 3. Profil lipid : Kolesterol LDL < 100 mg/dl Kolesterol HDL > 40 mg/dl
Trigliserida < 150 mg/dl 4. Berat badan senormal mungkin. 5. Pada tingkat individu target pencapaian terapi gizi medis ini lebih difokuskan pada perubahan pola makan yang didasarkan pada gaya hidup dan pola kebiasaan makan, status nutrisi dan faktor khusus lain yang perlu diberikan prioritas. Pencapaian target perlu dibicarakan bersama dengan diabetesi, sehingga perubahan pola makan yang dianjurkan dapat dengan mudah dilaksanakan, realistik dan sederhana. b. Jenis Bahan Makanan Karbohidrat Sebagai sumber energi, karbohidrat yang diberikan pada diabetes tidak boleh lebih dari 55-65% dari total kebutuhan energy sehari. Rekomendasi pemberian karbohidrat : 1. Kandungan total kalori pada makann yang mengandung karbohidrat, lebih ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan denga jenis karbohidrat itu sendiri. 2. Dari total kebutuhan kalori per hari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber karbohidrat. 3. Jika ditambah MUFA sebagai sumber energy, maka jumlah karbohidrat maksimal 70% dari total kebutuhan kalori per hari. 4. Jumlah serat 25-50 gram per hari. 5. Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih dari total kalori per hari. 6. Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori seperti skarin, aspartame, acesulfam dan sukralosa. 7. Penggunaan alcohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari 10 gram/hari. 8. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari. 9. Makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi Protein Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori per hari. Pada penderita dengan kelainan ginjal, dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram per hari, maka perlu ditambahkan pemberian suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energy sebesar 4 kilokalori/gram. Rekomendasi pemberian protein : 1. Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energy per hari. 2. Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi konsentrasi glukosa darah. 3. Pada keadaan kadar glukosa darah tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg berat badan/hari. 4. Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/kg berat badan/hari dan tidak kurang dari 40 gram. 5. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan dari protein hewani. Lemak Mempunyai kandungan energy sebesar 9 kilokalori per gramnya. Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, dan K. Berdasarkan ikatan rantai karbonnya, lemak dikelompokkan menjadi lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolesterol sangat disarankan badi diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal yang sering dijumpai pada diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid = MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi dapat menurunkan kadar trigliserida, kolesterol total, kolesterol VLDL dan meningkatkan kadar kolesterol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid = PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan meningkatkan aktivitas enzim lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jaringan perifer, sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol LDL. Rekomendasi pemberian lemak : 1. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari. 2. Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan samapi maksimal 7% dari total kalori per hari. 3. Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥ 100mg/dl, maka maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari. 4. Batasi asupan asam lemak bentuk trans. 5. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai panjang. 6. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori per hari. Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Penentuan status gizi dapat dipakai indeks masa tumbuh (IMT) atau rumus Brocca. Penentuan Status Gizi Berdasarkan IMT IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan tinggi badan (dalam meter) kuadrat. Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT : Berat badan kurang < 18,5 BB normal 18,5-22,9 BB lebih ≥ 23,0 Dengan resiko 23-24,9 Obes I 25-29,9 Obes II ≥ 30 Penentuan Status Gizi Berdasarkan Rumus Brocca Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus : berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm – 100) – 10%. Untuk laki-laki < 160 cm, wanita < 150 cm, perhitungan BB idaman tidak dikurangi 10%. Penentuan status gizi dihitung dari : (BB actual : BB idaman) x 100% • Berat badan kurang : BB < 90% BBI • Berat badan normal : BB 90-110% BBI • Berat badan lebih : BB 110-120% BBI • Gemuk : BB > 120% BBI
Untuk kepentingan praktis dalam praktek di lapangan, digunakan rumus Brocca.
Penentuan kebutuhan kalori per hari
1. Kebutuhan basal :
Laki-laki : BB idaman (kg) x 30 kalori
Wanita : BB idaman (kg) x 25 kalori
2. Koreksi atau penyesuaian :
Umur diatas 40 tahun : - 5%
Aktivitas ringan : + 10%
(duduk-duduk, nonton televisi dll)
Aktivitas sedang : + 20%
(kerja kantoran, ibu rumah tangga)
Aktivitas berat : + 30%
(olahragawan, tukang becak dll)
Berat badan gemuk : - 20%
Berat badan lebih : - 10%
Berat badan kurus : + 20%
3. Stres metabolic : + 10-30%
(infeksi, operasi, stroke, dll)
4. Kehamilan trisemester I dan II : 300 Kalori
5. Kehamilan trisemester III dan menyusui : + 500 Kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan normal, kecuali dalam pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai dengan kondisi dan kebiasaan penderita.
c. Latihan Jasmani
Pengelolaan diabetes mellitus (DM) yang meliputi 4 pilar, aktivitas fisik merupakan salah satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan oleh semua orang termasuk diabetisi sebagai kegiatan sehari-hari, seperti misalnya : bangun tidur, memasak, berpakaian, mencuci, makan bahkan tersenyum. Berangkat kerja, bekerja, berbicara, berfikir, tertawa, merencanakan kegitan esok, kemudian tidur. Semua kegiatan tadi tanpa disadari oleh diabetisi, telah sekaligus menjalankan pengelolaan terhadap DM sehari-hari.
I. TERAPI FARMAKOLOGI
a. Insulin
Mekanisme Kerja
Insulin menurunkan kadar gula darah dengan menstimulasi pengambilan glukosa perifer dan menghambat produksi glukosa hepatik.
Data Farmakokinetik
Waktu paruh insulin pada orang normal sekitar 5-6 menit dan memanjang pada pasien DM yang membentuk antibodi terhadap insulin. Hormon ini dimetabolisme terutama di hati, ginjal, dan otot, mengalami filtrasi di ginjal, kemudian diserap kembali di tubulus ginjal yang juga merupakan tempat metabolismenya. Gangguan fungsi ginjal yang berat lebih berpengaruh terhadap kadar insulin di darah dibandingkan gangguan fungsi hati.
Indikasi
DM tipe 1, DM tipe 2 yang gula darahnya dapat dikendalikan dengan diet dan antidiabetik oral, DM dengan berat badan yang menurun cepat, DM dengan komplikasi akut, DM paskabedah pankreas, ketoasidosis dan koma hiperosmolar, DM dengan kehamilan.
Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni:
1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4. Mixed Insulin
5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
Tabel 2. Insulin yang Tersedia dan yang Akan Tersedia di Indonesia
Tipe Insulin Mulai Kerja Puncak Lama Kerja
Ultra Short Acting (Quick-Acting, Rapid Acting) Insulin Analogues
Insulin Aspart (NovoRapid, Novolog)
Insulin Lispro (Humalog) 15-30 min 60-90 min 3-5 hr
Short-Acting (Soluble, Neutral)
Insulin Reguler, Actrapid, Humulin R 30-60 min 2-4 hr 6-8 hr
Intermediate-Acting (Isophane)
Insulatard, Humulin N, NPH 1-2 hr 4-8 hr 16-24 hr
Long-Acting Insulin (Zinc-based)
Monotard, Humulin Lente, Humulin Zn 1-3 hr 4-12 hr 16-24 hr
Very Long Acting Insulin
Insulin Glargine (Lantus)
Insulin Detemir (Levemir) 2-4 hr 4-24hr (nopeak) 24-36 hr
Mixed Insulin (Short + Intermedidiate-Acting Insulin)
Mixtard 30/70, NovoMix, Humulin 30/70 30 min 2-8 hr 24 r
Efek samping : hipoglikemia, reaksi tinggi
Interaksi obat
Sejumlah obat dapat meningkatkan atau menurunkan efek hipoglikemik, penyesuaian dosis insulin harus dilakukan jika digunakan bersamaan dengan obat ini ( lihat tabel 2 dan 3 )
Tabel 3. Obat Yang Menurunkan Efek Hipoglisemik Insulin
Kontrasepsi oral
Kortikosteroid
Siklofosfamid
Danazol
Dekstrotitosin
Dilazoxida
Diltiazem
Diuretika
Dobutamin
Epinefrin Nikotin
Fenotiazin
Fenitoin
Progesterone ( kontrasepsi oral )
Inhibitor protease
Somatropin
Torbutalin
Diuretik tiazid
Hormon tiorid
b. Sulfoniluera
Mekanisme kerja obat
Sulfoniluera bekerja merangsang sekresi insulin pada pankreas sehingga hanya efektif bila sel beta pankreas masih dapat berproduksi.
Klorpropamid
Indikasi : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi : wanita menyusui, profiria, dan ketoasidosis
Peringatan : penggunaannya harus hati-hati pada pasien usia lanjut, gangguan fungsi hati dan ginjal
Efek samping : gejala saluran cerna dan sakit kepala. Gejala hematologik termasuk trombositopenia, agranulositosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Klorpropamid Hormon (ADH), dan dengan frekuensi sangat jarang menyebabkan hiponatremi dan fotosensitivitas. Hipoglikemia dapat terjadi bila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati/ginjal atau pada orang usia lanjut.
Sediaan beredar : Diabense Pfizer, Tesmel Phyto Kemo Agung
Glikazid
Indikasi : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi, Peringatan, interaksi, dan efek samping : lihat klorpropamid
Sediaan beredar : Diamicron, Senvier Darya Varia, Glibet Dankos, GLICAB tempo scan pacific, glidabet kalbe farma, glikatab rocella lab, glukodex dexa medica, glumeko mecosin, gored benofarm, linodiab pyridam, nufamicron nufarindo, pedab otto, xepabet metiska farma, zibet mepofarm, zumadiac, prima hexal.
Glibenklamid
Sinonim : gliburid
Indikasi : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi, Peringatan, interaksi, dan efek samping : lihat klorpropamid
Sediaan beredar : abenon heroic, clamega emba megafarma, condiabet armoxindo, daonil Aventis, diacella rocella, euglucon boehringer mannheimpharpros, femidiab first medipharma, glidanil mersi, gluconic Nicholas, glimel merk, hisacha yekatria farma, libronil hexpharm jaya, latibet ifars, prodiabet benofarm, prodiamel corsa, renabetic Fahrenheit, semi-daonil Aventis, semi euglucon pharpros-boehringer Mannheim.
Gllipizid
Indikasi : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi, Peringatan, interaksi, dan efek samping : lihat klorpropamid
Sediaan beredar : aldiab merk, glucotrol Pfizer, glyzid sunthi sepuri, minidiab kalbe farma
Glikuidon
Indikasi : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi, Peringatan, interaksi, dan efek samping : lihat klorpropamid
Sediaan beredar : glurenirm boehringer ingelheim
Tolbutamid
Indikasi : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi, Peringatan, interaksi, dan efek samping : lihat klorpropamid
Sediaan beredar :Recodiabet global
Tabel 4. Interaksi Obat Golongan Sulfonilurea
Obat A Obat B Efek yang terjadi Deskripsi
Androgen, antikoagulan, antifungal azol, kloramfenikol, klofibrat, fenfluramin, flukonazol, gemfibrosil, antagonis histamine H2, garam magnesium, metildopa, inhibitor MAO, probenesid, salisilat, sulfinpirazon, sulfonamide, antidepresan trisiklik, pengasam urin. Sulfonilurea Peningkatan efek sulfonilurea Efek hipoglisemik meningkat akibat berbagai mekanisme seperti penurunan metabolik hepatik, hambatan eksresi renal, pengusiran dari ikatan protein, penurunan glukosa darah, perubahan metabolisme karbohidrat. Saran harus dimonitor kadar gula darah
Betabloker, pemblok celah kalsium, kolestiramin, kortikosteroid, diazoksid, estrogen, hidantoin, isoniazid, asam nikotinat, kontrasepsi oral, fenotiazin, rifampin, simpatomimetik, diuretik tiazid, agen tiroid, pembasa urin Sulfonilurea Penurunan efek sulfonilurea Efek hipogllisemik menurun, akibat berbagai mekanisme yaitu peningkatan metabolisme hepatik, penurunan pelepasan insulin, peningkatan ekskresi urin.
Karbon aktif Sulfonilurea Penurunan efek sulfonilurea Karbon aktif mereduksi absorpsi sulfoniliurea
Siprofloksasin Gliburid Peningkatan efek sulfonilurea Terjadi potensiasi efek hipoglikemik
Etanol Sulfonilurea Efek bervariasi Etanol memperpanjang lama penurunan glukosa darah oleh glipizid (tidak memperbesar), etanol kronis menurunkan t ½ tolbutamid etanol dengan klorpropamid menimbulkan reaksi seperti disulfiram
Klorpropamid Barbiturat Peningkatan efek sulfonilurea Efek barbiturat diperpanjang pada uji dengan hewan
Gliburid Antikoagulan Peningkatan atau penurunan efek sulfonilurea Laporan menunjukkan bahwa efek kumarin dapat meningkat atau menurun jika bersamaan dengan gliburid
Sulfonilurea Glikosida digitalis Peningkatan efek sulfonilurea Kadar serum glikosida digitalis meningkat
c. Biguanida
Mekanisme kerja
Biguanida bekerja menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan.
Data farmakokinetik
Bioavaibilitas absolute metformin IR 500 mg yang diberikan dalam kondisi puasa adalah sekitar 50-60%. Makanan menghambat absorbs metformin. Metformin dieksresikan tidak berubah ke dalam urin dan tidak mengalami metabolism hepatik atau ekresi melalui kantung empedu. Watu paruh eliminasi sekitar 17,6 jam.
Metformin hidroklorida
Indikasi : NIDDM yang gagal dikendalikan dengan diet dan sulfonilurea, terutama pada pasien yang gemuk
Kontraindikasi : gangguan fungsi ginjal atau hati, predisposisi asidosis laktat,
gagal jantung, infeksi atau trauma berat, dehidrasi, alkoholisme, wanita hamil, wanita menuyusi.
Peringatan : lihat sulfonilurea
Efek Samping : mual, muntah, anoreksia, dan diare yang selintas; asidosis laktat; gangguan penyerapan vitamin B12.
Sediaan beredar : benofomis bernofarm, bestab yektaria, diabex combiphar, eraphage guardian, formell alpharma, glucotica ikapharmindo, glucophage merk, gludepatic frahrenheit, glumin dexa medica, methpica tropica mas, neodipar Aventis, rodiamet rocella, tudiab meprofarm, zumamet prima hexal.
Tabel 5. Interaksi Obat Golongan Biguanida
Obat A Obat B Efek yang terjadi/deskripsi
Alkohol Metformin Alcohol mempotensiasi efek metformin pada metabolism laktat. Peringatkan pasien tidak menggunakan alcohol selama menggunakan metformin
Obat kationik (amilorid, digoksin, morfin, prokainamid, kinidin, kinin, ranitidin, triamteren, trimetoprim, vankomisin) Metformin Secara teori obat kationik yang dieliminasi melalui ginjal potensial berinteraksi dengan metformin dengan berkompetisi pada sistem sekresi/transport tubular, kadar metformin dapat meningkat, kadar metformin harus dimonitor dan dilakukan pengaturan dosis metformin.
Simetidin Metformin Simetidin meningkatkan kadar puncak plasma metformin 60% dan AUC 40% terjadi hambatan eksresi metformin.
Furosemid Metformin Furosemid meningkatkan kadar plasma metformin, Cmax meningkat 22% dan AUC 15%, perubahan eksresi renal tidak signifikan. Cmax dan AUC furosemid lebih rendah 31 dan 12%, t ½ terminal turun 32% tanpa perubahan signifikan pada klirens renal furosemid
Zat kontras iodine Metformin Zat kontras iodin parenteral
Nifedipin Metformin Cmax dan AUC metformin meningkat masing-masing 20 dan 9%, jumlah metformin yang dieksresikan ke dalam urin meningkat. Nifedipin meningkatkan absorpsi metformin.
Gliburid Metformin Pemberian tunggal metformin meningkatkan AUC dan Cmax gliburid tetapi sangat bervariasi.
d. Tiazolidindion
Mekanisme kerja
Tiazolidindion meningkatkan sensitivitas insulin pada otot dan jaringan adipose dan menghambat glukoneogenesis hepatic.
Pioglitazon
Indikasi : Hiperglikemia
Kontraindikasi : hipersensitivitas terhadap pioglitazon
Peringatan : hentikan terapi jika ditemukan gangguan hati, gangguan jantung, kehamilan
Interaksi obat : atovarstatin dan ketokonazol mempengaruhi pioglitazon dan
pioglitazon mempengaruhi atorvastatin, midazolam, nifedipin, kontrasepsi oral
Efek samping : udem, sakit kepala, hipoglikemia, mialga, faringitis, sinusitis,
gangguan gigi, infeksi saluran pernafasan atas.
Sediaan beredar : Actos Takeda Pharmaceutical
Rosiglitazon
Indikasi : hiperglikemia
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap rosiglitazon
Peringatan : hentikan terapi jika ditemukan gangguan hati, gangguan jantung, kehamilan
Efek samping : nyeri punggung, sakit kepala, hiperglikemia, luka, sinusitis,
anemia ketika digunakan bersamaan dengan metformin, udem ketika digunakan bersamaan dengan insulin
Sediaan beredar : Avandia Glaxo Smith Kline
e. Penghambat α-glukosidase
Mekanisme kerja obat
Akarbosa bekerja menghambat alpha-glukosidase sehingga mencegah penguraian sukrosa dan karbohidrat kompleks dalam usus halus dengan demikian memperlambat dan menghambat penyerangan karbohidrat
Data farmakokinetik
Konsentrasi plasma puncak akan bertahan 14-24 jam setelah konsumsi obat, sednagkan konsentrasi plasma puncak dari zat aktif akan bertahan sekitar 1 jam. Akarbosa dimetabolisme di saluran cerna oleh bakteri intestinal dan enzim pencernaan. Fraksi metabolit ini diiabsorbsi (34% dari dosis) dan dieksresikan melalui urin.
Akarbosa
Indikasi : sebagai tambahan terhadap sulfonilurea atau biguanid pada DM yang tidak dapat dikendalikan dengan obat dan diet
Kontraindikasi : anak usia dibawah 12 tahun, wanita hamil, wanita menyusui, kolitis ulse-ratif, obstruksi usus, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal berat hernia, riwayat bedah abdominal
Peringatan : dapat meningkatkan efek hipoglikemik insulin; bila digunakan dosis tinggi, transaminase hati perlu dimonitor.
Efek samping : flatulesensi, diare, perut kembung dan nyeri, ikterus, hepatitis
Sediaan beredar : Glucobay Bayer Indonesia
Miglitol
Indikasi, kontraindikasi, peringatan dan efek samping : lihat akarbosa
Sediaan beredar : Glyset ( di Indonesia belum ada )
Tabel 6. Interaksi Obat Golongan Inhibitor β Glukosidase
Obat A Obat B Efek yang terjadi
Akarbose Digoksin Konsentrasi serum digoksin menurun, efek terapeutik digoksin menurun
Akarbose Enzim saluran cerna (amylase,pankreatin) Efek akarbose menurun, tidak digunakan bersama
Akarbose Absorben/ karbon aktif Efek akarbose menurun, tidak digunakan bersama
Miglitol Digoksin Konsentrasi plasma digoksin menurun 19-28% tetapi pada 1 studi pada pasien diabetes pengguna digoksin bersamaan dengan miglitol 100mg 3x sehari selama 14 hari tidak terjadi penurunan konsentrasi plasma digoksin.
Miglitol Gliburid Terjadi penurunan AUC Cmax dan AUC gliburid walaupun secara statistic tidak signifikan
Miglitol Metformin Terjadi penurunan AUC dan Cmax metformin 12-13% pada pasien yang menggunakan miglitol dibandingkan terhadap placebo, tetapi secara statistic tidak signifikan
Miglitol Propanolol Ketersediaan hayati propanolol menurun signifikan 40%
Miglitol Ranitidine Ketersediaan hayati ranitidine menurun signifikan 60%
Miglitol Enzim saluran cerna (amylase, pankreatin) Efek miglitol menurun, tidak digunakan bersama
Miglitol Absorben/karbon aktif Efek miglitol menurun, tidak digunakan bersama
• Data Farmakokinetika dan dosis Antidiabetika Oral
Tabel 7. Data farmakokinetik antidiabetika oral
Nama Generik Durasi Kerja Jam Metabolisme atau catatan terapi
Sulfonilurea
Asetoheksamid Sampai 16 Dimetabolisme di hati; potensi metabolit sebandingkan dengan senyawa utama; dieliminasi di ginjal.
Klorpropamid Sampai 72 Dimetabolisme di hati dan diekskresikan dalam bentuk tidak berubah di ginjal
Tolazamid Sampai 24 Dimetabolisme di hati; metabolit kurang aktif dibandingkan senyawa utama; dieleminasi di ginjal
Tolbutamid Sampai 12 Metabolisme di hati menjadi metabolit inaktif yang diekskresi di ginjal.
Glipizid Sampai 20 Dimetabolisme di hati menjadi metabolit inaktif
Glipizid 24 Bentuk lepas lambat; tablet jangan dipotong
Gliburid Sampai 24 Dimetabolisme di hati; dieliminasi ½ di ginjal dan ½ di feses
Gliburid, mikronais Sampai 24 Diabsorbsi lebih baik dalam bentuk mikronize
Glimepirid 24 Dimetabolisme di hati menjadi metabolit inaktif
Biguanida
Metformin Sampai 24 Tidak terjadi metabolisme, disekresikan dan dieksresikan di ginjal.
Metformin lepas tertunda Sampai 24 Diminum pada makan malam atau dosis bisa dibagi; bisa dicoba dosis jika terjadi intoleransi untuk pelepasan immediet.
Tiazolidindion
Pioglitazon 24 Dimetabolisme di CYP2C8 dan 3A4; 2 metabolit memiliki waktu paruh lebih panjang di bandingkan senyawa utama
Rosiglitazon 24 Dimetabolisme di CYP2C8 dan 2C9 menjadi metabolit inaktif yang dieksresikan di renal
Penghambat α-glukosidase
Akarbose 1-3 Dieliminasi di empedu
Miglitol 1-3 Dieliminasi di renal
Tabel 8. Dosis Obat Antidiabetika Oral
Nama Generik Dosis awal yang direkomendasi mg/hari Dosis terapi Ekivalen mg Dosis maksimum mg
Non-Lansia Lansia
Sulfonilurea
Asetoheksamid 250 150-250 500 1500
Klorpropamid 250 100 250 500
Tolazamid 100-250 100 250 1000
Tolbutamid 1000-2000 500-1000 1000 3000
Glipizid 5 2,5-5 5 40
Glipizid 5 2,5-5 5 20
Gliburid 5 1,25-2,5 5 20
Gliburid, mikronais 3 1,5-3 3 12
Glimepirid 1-2 0,5-1 2
Biguanida
Metformin 500 mg, 2x sehari Tergantung fungsi ginjal - 2500
Metformin lepas lambat 500-1000 bersama makan malam Tergantung fungsi ginjal - 2500
Tiazolidindion
Pioglitazon 15 15 - 45
Rosiglitazon 2-4 2 - 8 mg/hari atau 4 mg 2xsehari
Penghambat α-glukosidase
Akarbose 25mg 1-3 x sehari 25mg 1-3 x sehari - 25-100mg 3xsehari
Miglitol 25mg 1-3 x sehari 25mg 1-3 x sehari - 25-100mg 3xsehari
J. STANDAR TERAPI
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan/mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan jangka panjangnya adalah mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri. Kriteria pengendalian DM dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Kriteria pengendalian diabetes melitus
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena (mg/dl)
- puasa
-2 jam
80-109
110-159
110-139
160-199
>140
>200
HbA1c (%) 4-6 6-8 >8
Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL
- tanpa PJK
- dengan PJK
<130 <100 130-159 11-129 >159
>129
Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35 Trigliserida (mg/dl) - tanpa PJK - dengan PJK <200 <150 <200-249 <150-199 >250
>200
BMI/IMT
- perempuan
- laki-laki
18,9-23,9
20 -24,9
23-25
25-27
>25 atau <18,5 >27 atau <20 Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90-95 >160/95
a. Tindakan Umum
Diet. Pokok pangkal penanganan diabetes adalah makan dengan bijaksana. Makanan perlu dipilih secara seksama dengan memperhatikan pembatasan lemak total, lemak trans dan lemak jenuh untuk mencapai kadar glukosa dan lipid darah.
Berhenti merokok karena nikotin dapat mempengaruhi secara buruk penyerapan glukosa oleh sel. Selain itu merokok menghsilkan banyak radikal bebas yang dapat mempercepat oksidasi LDL.
Stress oksidatif. Menggunakan antioksidan misalnya vitamin E dan vitamin C
Latihan Fisik
b. Pengobatan
Penatalaksanaan pada pasien DM tipe 1
Pemberian insulin
Penatalaksanaan DM tipe 1
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi. Penghentian suntikan akan menimbulkan komplikasi akut dan bisa fatal akibatnya. Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan terapi ini terutama untuk :
Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Penatalaksanaan DM tipe 2
Bila tindakan umum ( diet, gerak badann dan penurunan berat badan) tidak atau kurang efektif untuk menormalkan glukosa darah, perlu digunakan antidiabetika oral. Saat kombinasi penggunaan antidiabetika oral gagal maka pemberian insulin akan menjadi efektif. Tidak ada ketentuan khusus bagaimana pemberian insulin dilakukan. Pemberian kombinasi antidiabetika oral kombinasi dan penambahan analog insulin kerja panjang pada malam hari akan mengurangi pengeluaran glukosa dari hati yang dapat menaikkan glukosa darah puasa. Jika pasien tidak mencapai target glukosa selama beberapa hari maka digunakan terapi insulin pada doses 70/30 NPH/campuran regular sebelum sarapan dan makan malam.
Gambar 2. Standar terapi Diabetes mellitus tipe 2
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat hipoglikemik oral
1. Terapi di mulai dengan dosis rendah yang dinaikkan secara bertahap
2. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping obat-obat tersebut (misalnya klorpropamid jangan diberikan 3 x 1 tablet, karena lama kerja nya 24 jam)
3. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat.
4. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal baru beralih kepada insulin.
5. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien.
K. PENGGUNAAN OBAT PADA KONDISI PASIEN TERTENTU
1. Pasien gangguan ginjal
Pada gangguan fungsi ginjal yang berat, metformin dosis tinggi akan berakumulasi di mitokondria dan menghambat proses fosforilasi oksodatif sehingga akan mengakibatkan asidosis laktat (yang dapat diperberat dengan alkohol). Untuk menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin > 1,3 mg/dL pada perempuan dan > 1,5 mg/dL pada laki-laki).
Pada pasien gagal ginjal yang diberi sulfonilurea lebih sering terjadi hipoglikemia.
Pada gangguan fungsi ginjal akarbos di kontraindikasikan.
2. Pasien gangguan fungsi hati
Metformin di kontraindikasikan pada gangguan fungsi hati
Pada pasien gangguan fungsi hati yang diberi sulfonilurea lebih sering terjadi hipoglikemia.
3. Pasien usia lanjut
Pemberian metformin perlu pemantauan ketat pada usia lanjut ( > 80 tahun ) dimana massa otot bebas lemaknya sudah bebas berkurang.
L. DAFTAR PUSTAKA
Ikatan sarjana farmasi Indonesia, 2008.,Iso Farmakoterapi.,Penerbit : PT.ISFI Penerbitan.Jakarta Barat.
Tan Hoan tjay, Kirana Raharja.2007., Obat-obat penting kasiat, penggunaan dan efek-efek sampingnya edisi ke 6.Penerbit: PT Elex Media Komputindo.Jakarta. hal 738
Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III edisi V.2009.,Penerbit:Internal Publishing.Jakarta pusat
Lange medical book.2007.,Greenspan’s Basic & clinical Endocrinology eigth edition.
Tandra, Hans. 2007. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Diabetes. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Dods R.F, Diabetes Mellitus, In Clinical Chemistry: Theory, Analysis, Correlation, Eds, Kaplan L.A, Pesce A.J, 3rd Edition, Mosby Inc, USA, 1996:613-640
A. DEFINISI
Diabetes Melitus, penyakit gula atau kencing manis adalah suatu gangguan kronis yang bercirikan hiperglikemia ( glukosa darah terlampau meningkat dan khususnya menyangkut hidratarang (glukosa) didalam tubuh, tetapi metabolisme lemak dan protein juga terganggu.
B. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS BERDASARKAN ETIOLOGI
Klasifikasi Diabetes Melitus (ADA 2009):
a. Diabetes Melitus tipe-1 (IDDM)
Pada tipe ini terdapat destruksi dari sel beta pankreas, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute. Disebabkan oleh kelainan system imun dan idiopatik.
b. Diabetes Melitus tipe-2
Diabetes mellitus tipe 2 disebut juga non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM),”diabetes yang tidak bergantung pada insulin") terjadi karena berkurangnya sekresi insulin di sel beta pangkreas atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang melibatkan reseptor insulin di membran sel.
c. Diabetes Melitus tipe lain
Defek genetic fungsi sel beta
Kromosom 12, HNF-α
Kromosom 7, glukokinase
Kromosom 20, HNF α
Kromosom 13, Insulin promoter factor
Kromosom 17, HNF-1β
Kromosom 2, Neuro D1
Defek genetic kerja insulin : Resistensi insulin tipe A, I eprechaunism, sindrom Rabson Medenhall diabetes lipoatrofik.
Penyakit Eksokrin pancreas : pancreatitis, trauma, neoplasma, fibrosis kistik hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus.
Endokrinopati: Akromegalli, sindrom chusing, feokromositoma, hipertiroidsme somatostationoma, aldosteronoma.
Karena obat / zat kimia :Vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, aldosteronoma.
Infeksi: rubella conginetal, CMV.
Imunologi (jarang ) : Sindrom “Stiffman”, antibody anti reseptor lainnya.
d. Diabetes Melitus kehamilan
C. PREVALENSI PENYAKIT
a. Diabetes Melitus Tipe-1
Menghinggapi orang dibawah usia 30 tahun dan paling sering dimulai pada usia 10-13 tahun. Insidensinya di negara Barat telah berlipat ganda 20-30 tahun terakhir.
b. Diabetes Melitus Tipe-2
Menurut perkiraan 5-10% dari orang diatas 60 tahun mengidap DM tipe-2. Pada orang Afrika terdapat 2 kali lebih banyak pasien DM tipe-2 daripada orang Eropa; Pada orang Asia selatan bahkan rata-rata 4-5 kali lebih banyak. Pada beberapa kelompok etnik di beberapa Negara yang mengalami perubahan gaya hidup yang sangat berbeda dengan cara hidup sebelumnya karena memang mereka lebih makmur, kekerapan diabetes bisa mencapai 35% seperti misalnya dibeberapa bangsa Mikronesia dan Polinesia di Pasifik, Indian Pima di Amerika serikat, orang Meksiko yang ada di Amerika serikat, Arab Saudi, Indian Canada, Singapura dan Taiwan.
c. Diabetes Melitus Tipe-2 di Indonesia
Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes Mellitus di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat teratur.
D. PATOFISIOLOGI PENYAKIT
a. Diabetes Melitus tipe 1
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah. Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
b. Diabetes Melitus tipe 2
Gangguan baik dari produksi maupun aksi insulin menyebabkan gangguan pada metabolisme glukosa, dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Pada dasarnya ini bermula dari hambatan dalam utilisasi glukosa yang kemudian diikuti oleh peningkatan kadar glukosa darah. Pada diabetes mellitus tipe-2 yakni diabetes yang paling sering ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor utama yaitu tidak adekuatnya sekresi Insulin (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Secara klinis, perjalanan penyakit ini bersifat progesif dan cenderung melibatkan pula gangguan metabolisme lemak ataupun protein. Peningkatan kadar glukosa darah oleh karena utilisasi yang tidak berlangsung pada gilirannya secara klinis sering memunculkan abnormalitas dari kadar lipid darah.
E. FAKTOR RESIKO
a. Faktor resiko yang tidak dapat di modifikasi:
Ras dan etnik
Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)
Umur : Resiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Usia > 45tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional/ diabetes kehamilan.
Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.
Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi disbanding dengan bayi lahir dengan BB normal.
b. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi;
Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).
Kurangnya aktivitas fisik.
Hipertensi (> 140/90 mmHg).
Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe-2.
c. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :
Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin.
Penderita sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.
Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK,PAD (Peripheral Arterial Diseases).
F. GEJALA PENYAKIT
Penyakit diabetes mellitus ditandai dengan gejala 3P, yaitu poliuria (banyak berkemi), polidipsia (banyak minum), polifagia (banyak makan). Disamping naiknya kadar gula darah diabetes ditandai adanya gula dalam (glykosuria) dan banyak berkemih kandungan glukosa yang dieksresikan mengikat banyak air. Akibatnya timbul rasa dan kehilangan energi, turunnya berat badan serta rasa letih. Tubuh mulai membakar lemak untuk memenuhi kebutuhan energinya yang disertai pembentukkan zat-zat perombakan, antara lain aseton, dan diasetat, yang membuat darah menjadi asam.
G. DIAGNOSIS PENYAKIT
a. Pemeriksaan Glukosa Darah
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Alur diagnosis DM dibagi menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali suda cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM juga dapat ditentukan melalui:
Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/Dl (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
Atau
Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anidrus yang dilarutkan ke dalam air.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1994)
3 hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa
Diberikan glukosa75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai
Periksa glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3 yaitu:
< 140 mg/dL : normal 140 - < 200 mg/dL :toleransi glukosa terganggu ≥ 200 mg/dL :diabetes Melitus b. Pemeriksaan HbA1C HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel. Pengukutran HbA1C secara klinis digunakan untuk memantau kemajuan pasien secara keseluruhan. Hasil pemeriksaan HbA1c dapat menggambarkan rata-rata kadar glukosa darah selama ± 3 bulan sehingga pasien diabetes melitus perlu melakukan pemeriksaan HbA1c untuk mengetahui rata-rata kadar glukosa darah dalam waktu 1-3 bulan sebelumnya. Tabel 1. Hubungan kadar HbA1C dengan rata-rata kadar gula darah HbA1C (%) Rata-rata Gula Darah (mg/dl) 6 135 7 170 8 205 9 240 10 275 11 310 12 345 Kadar HbA1C normal pada bukan penyandang diabetes antara 4% sampai dengan 6%. Beberapa studi menunjukkan bahwa diabetes yang tidak terkontrol akan mengakibatkan timbulnya komplikasi, untuk itu pada penyandang diabetes, kadar HbA1C ditargetkan kurang dari 7%. Semakin tinggi kadar HbA1C maka semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi, demikian pula sebaliknya. c. Pemeriksaan C-peptida Untuk membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide. Konsentrasi C-peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk memonitor respons individual setelah operasi pankreas. Pankreas dari pasien DM tipe 1 tidak dapat memproduksi insulin dan karena itu konsentrasi C-peptida akan menurun sedangkan pada pasien DM tipe 2 konsentrasi C-pepida biasanya normal atau lebih tinggi dari normal. H. TERAPI NON FARMAKOLOGI Terapi non farmakologi meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang dilakukan secara terus menerus a. Terapi Gizi Medis Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes (diabetesi). Terapi ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Adapun tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan: 1. Kadar glukosa darah mendekati normal : Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dl Kadar A1c < 7% 2. Tekanan darah < 130/80 mmHg 3. Profil lipid : Kolesterol LDL < 100 mg/dl Kolesterol HDL > 40 mg/dl
Trigliserida < 150 mg/dl 4. Berat badan senormal mungkin. 5. Pada tingkat individu target pencapaian terapi gizi medis ini lebih difokuskan pada perubahan pola makan yang didasarkan pada gaya hidup dan pola kebiasaan makan, status nutrisi dan faktor khusus lain yang perlu diberikan prioritas. Pencapaian target perlu dibicarakan bersama dengan diabetesi, sehingga perubahan pola makan yang dianjurkan dapat dengan mudah dilaksanakan, realistik dan sederhana. b. Jenis Bahan Makanan Karbohidrat Sebagai sumber energi, karbohidrat yang diberikan pada diabetes tidak boleh lebih dari 55-65% dari total kebutuhan energy sehari. Rekomendasi pemberian karbohidrat : 1. Kandungan total kalori pada makann yang mengandung karbohidrat, lebih ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan denga jenis karbohidrat itu sendiri. 2. Dari total kebutuhan kalori per hari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber karbohidrat. 3. Jika ditambah MUFA sebagai sumber energy, maka jumlah karbohidrat maksimal 70% dari total kebutuhan kalori per hari. 4. Jumlah serat 25-50 gram per hari. 5. Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih dari total kalori per hari. 6. Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori seperti skarin, aspartame, acesulfam dan sukralosa. 7. Penggunaan alcohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari 10 gram/hari. 8. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari. 9. Makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi Protein Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori per hari. Pada penderita dengan kelainan ginjal, dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram per hari, maka perlu ditambahkan pemberian suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energy sebesar 4 kilokalori/gram. Rekomendasi pemberian protein : 1. Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energy per hari. 2. Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi konsentrasi glukosa darah. 3. Pada keadaan kadar glukosa darah tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg berat badan/hari. 4. Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/kg berat badan/hari dan tidak kurang dari 40 gram. 5. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan dari protein hewani. Lemak Mempunyai kandungan energy sebesar 9 kilokalori per gramnya. Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, dan K. Berdasarkan ikatan rantai karbonnya, lemak dikelompokkan menjadi lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolesterol sangat disarankan badi diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal yang sering dijumpai pada diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid = MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi dapat menurunkan kadar trigliserida, kolesterol total, kolesterol VLDL dan meningkatkan kadar kolesterol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid = PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan meningkatkan aktivitas enzim lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jaringan perifer, sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol LDL. Rekomendasi pemberian lemak : 1. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari. 2. Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan samapi maksimal 7% dari total kalori per hari. 3. Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥ 100mg/dl, maka maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari. 4. Batasi asupan asam lemak bentuk trans. 5. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai panjang. 6. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori per hari. Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Penentuan status gizi dapat dipakai indeks masa tumbuh (IMT) atau rumus Brocca. Penentuan Status Gizi Berdasarkan IMT IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan tinggi badan (dalam meter) kuadrat. Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT : Berat badan kurang < 18,5 BB normal 18,5-22,9 BB lebih ≥ 23,0 Dengan resiko 23-24,9 Obes I 25-29,9 Obes II ≥ 30 Penentuan Status Gizi Berdasarkan Rumus Brocca Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus : berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm – 100) – 10%. Untuk laki-laki < 160 cm, wanita < 150 cm, perhitungan BB idaman tidak dikurangi 10%. Penentuan status gizi dihitung dari : (BB actual : BB idaman) x 100% • Berat badan kurang : BB < 90% BBI • Berat badan normal : BB 90-110% BBI • Berat badan lebih : BB 110-120% BBI • Gemuk : BB > 120% BBI
Untuk kepentingan praktis dalam praktek di lapangan, digunakan rumus Brocca.
Penentuan kebutuhan kalori per hari
1. Kebutuhan basal :
Laki-laki : BB idaman (kg) x 30 kalori
Wanita : BB idaman (kg) x 25 kalori
2. Koreksi atau penyesuaian :
Umur diatas 40 tahun : - 5%
Aktivitas ringan : + 10%
(duduk-duduk, nonton televisi dll)
Aktivitas sedang : + 20%
(kerja kantoran, ibu rumah tangga)
Aktivitas berat : + 30%
(olahragawan, tukang becak dll)
Berat badan gemuk : - 20%
Berat badan lebih : - 10%
Berat badan kurus : + 20%
3. Stres metabolic : + 10-30%
(infeksi, operasi, stroke, dll)
4. Kehamilan trisemester I dan II : 300 Kalori
5. Kehamilan trisemester III dan menyusui : + 500 Kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan normal, kecuali dalam pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai dengan kondisi dan kebiasaan penderita.
c. Latihan Jasmani
Pengelolaan diabetes mellitus (DM) yang meliputi 4 pilar, aktivitas fisik merupakan salah satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan oleh semua orang termasuk diabetisi sebagai kegiatan sehari-hari, seperti misalnya : bangun tidur, memasak, berpakaian, mencuci, makan bahkan tersenyum. Berangkat kerja, bekerja, berbicara, berfikir, tertawa, merencanakan kegitan esok, kemudian tidur. Semua kegiatan tadi tanpa disadari oleh diabetisi, telah sekaligus menjalankan pengelolaan terhadap DM sehari-hari.
I. TERAPI FARMAKOLOGI
a. Insulin
Mekanisme Kerja
Insulin menurunkan kadar gula darah dengan menstimulasi pengambilan glukosa perifer dan menghambat produksi glukosa hepatik.
Data Farmakokinetik
Waktu paruh insulin pada orang normal sekitar 5-6 menit dan memanjang pada pasien DM yang membentuk antibodi terhadap insulin. Hormon ini dimetabolisme terutama di hati, ginjal, dan otot, mengalami filtrasi di ginjal, kemudian diserap kembali di tubulus ginjal yang juga merupakan tempat metabolismenya. Gangguan fungsi ginjal yang berat lebih berpengaruh terhadap kadar insulin di darah dibandingkan gangguan fungsi hati.
Indikasi
DM tipe 1, DM tipe 2 yang gula darahnya dapat dikendalikan dengan diet dan antidiabetik oral, DM dengan berat badan yang menurun cepat, DM dengan komplikasi akut, DM paskabedah pankreas, ketoasidosis dan koma hiperosmolar, DM dengan kehamilan.
Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni:
1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4. Mixed Insulin
5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
Tabel 2. Insulin yang Tersedia dan yang Akan Tersedia di Indonesia
Tipe Insulin Mulai Kerja Puncak Lama Kerja
Ultra Short Acting (Quick-Acting, Rapid Acting) Insulin Analogues
Insulin Aspart (NovoRapid, Novolog)
Insulin Lispro (Humalog) 15-30 min 60-90 min 3-5 hr
Short-Acting (Soluble, Neutral)
Insulin Reguler, Actrapid, Humulin R 30-60 min 2-4 hr 6-8 hr
Intermediate-Acting (Isophane)
Insulatard, Humulin N, NPH 1-2 hr 4-8 hr 16-24 hr
Long-Acting Insulin (Zinc-based)
Monotard, Humulin Lente, Humulin Zn 1-3 hr 4-12 hr 16-24 hr
Very Long Acting Insulin
Insulin Glargine (Lantus)
Insulin Detemir (Levemir) 2-4 hr 4-24hr (nopeak) 24-36 hr
Mixed Insulin (Short + Intermedidiate-Acting Insulin)
Mixtard 30/70, NovoMix, Humulin 30/70 30 min 2-8 hr 24 r
Efek samping : hipoglikemia, reaksi tinggi
Interaksi obat
Sejumlah obat dapat meningkatkan atau menurunkan efek hipoglikemik, penyesuaian dosis insulin harus dilakukan jika digunakan bersamaan dengan obat ini ( lihat tabel 2 dan 3 )
Tabel 3. Obat Yang Menurunkan Efek Hipoglisemik Insulin
Kontrasepsi oral
Kortikosteroid
Siklofosfamid
Danazol
Dekstrotitosin
Dilazoxida
Diltiazem
Diuretika
Dobutamin
Epinefrin Nikotin
Fenotiazin
Fenitoin
Progesterone ( kontrasepsi oral )
Inhibitor protease
Somatropin
Torbutalin
Diuretik tiazid
Hormon tiorid
b. Sulfoniluera
Mekanisme kerja obat
Sulfoniluera bekerja merangsang sekresi insulin pada pankreas sehingga hanya efektif bila sel beta pankreas masih dapat berproduksi.
Klorpropamid
Indikasi : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi : wanita menyusui, profiria, dan ketoasidosis
Peringatan : penggunaannya harus hati-hati pada pasien usia lanjut, gangguan fungsi hati dan ginjal
Efek samping : gejala saluran cerna dan sakit kepala. Gejala hematologik termasuk trombositopenia, agranulositosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Klorpropamid Hormon (ADH), dan dengan frekuensi sangat jarang menyebabkan hiponatremi dan fotosensitivitas. Hipoglikemia dapat terjadi bila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati/ginjal atau pada orang usia lanjut.
Sediaan beredar : Diabense Pfizer, Tesmel Phyto Kemo Agung
Glikazid
Indikasi : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi, Peringatan, interaksi, dan efek samping : lihat klorpropamid
Sediaan beredar : Diamicron, Senvier Darya Varia, Glibet Dankos, GLICAB tempo scan pacific, glidabet kalbe farma, glikatab rocella lab, glukodex dexa medica, glumeko mecosin, gored benofarm, linodiab pyridam, nufamicron nufarindo, pedab otto, xepabet metiska farma, zibet mepofarm, zumadiac, prima hexal.
Glibenklamid
Sinonim : gliburid
Indikasi : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi, Peringatan, interaksi, dan efek samping : lihat klorpropamid
Sediaan beredar : abenon heroic, clamega emba megafarma, condiabet armoxindo, daonil Aventis, diacella rocella, euglucon boehringer mannheimpharpros, femidiab first medipharma, glidanil mersi, gluconic Nicholas, glimel merk, hisacha yekatria farma, libronil hexpharm jaya, latibet ifars, prodiabet benofarm, prodiamel corsa, renabetic Fahrenheit, semi-daonil Aventis, semi euglucon pharpros-boehringer Mannheim.
Gllipizid
Indikasi : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi, Peringatan, interaksi, dan efek samping : lihat klorpropamid
Sediaan beredar : aldiab merk, glucotrol Pfizer, glyzid sunthi sepuri, minidiab kalbe farma
Glikuidon
Indikasi : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi, Peringatan, interaksi, dan efek samping : lihat klorpropamid
Sediaan beredar : glurenirm boehringer ingelheim
Tolbutamid
Indikasi : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi, Peringatan, interaksi, dan efek samping : lihat klorpropamid
Sediaan beredar :Recodiabet global
Tabel 4. Interaksi Obat Golongan Sulfonilurea
Obat A Obat B Efek yang terjadi Deskripsi
Androgen, antikoagulan, antifungal azol, kloramfenikol, klofibrat, fenfluramin, flukonazol, gemfibrosil, antagonis histamine H2, garam magnesium, metildopa, inhibitor MAO, probenesid, salisilat, sulfinpirazon, sulfonamide, antidepresan trisiklik, pengasam urin. Sulfonilurea Peningkatan efek sulfonilurea Efek hipoglisemik meningkat akibat berbagai mekanisme seperti penurunan metabolik hepatik, hambatan eksresi renal, pengusiran dari ikatan protein, penurunan glukosa darah, perubahan metabolisme karbohidrat. Saran harus dimonitor kadar gula darah
Betabloker, pemblok celah kalsium, kolestiramin, kortikosteroid, diazoksid, estrogen, hidantoin, isoniazid, asam nikotinat, kontrasepsi oral, fenotiazin, rifampin, simpatomimetik, diuretik tiazid, agen tiroid, pembasa urin Sulfonilurea Penurunan efek sulfonilurea Efek hipogllisemik menurun, akibat berbagai mekanisme yaitu peningkatan metabolisme hepatik, penurunan pelepasan insulin, peningkatan ekskresi urin.
Karbon aktif Sulfonilurea Penurunan efek sulfonilurea Karbon aktif mereduksi absorpsi sulfoniliurea
Siprofloksasin Gliburid Peningkatan efek sulfonilurea Terjadi potensiasi efek hipoglikemik
Etanol Sulfonilurea Efek bervariasi Etanol memperpanjang lama penurunan glukosa darah oleh glipizid (tidak memperbesar), etanol kronis menurunkan t ½ tolbutamid etanol dengan klorpropamid menimbulkan reaksi seperti disulfiram
Klorpropamid Barbiturat Peningkatan efek sulfonilurea Efek barbiturat diperpanjang pada uji dengan hewan
Gliburid Antikoagulan Peningkatan atau penurunan efek sulfonilurea Laporan menunjukkan bahwa efek kumarin dapat meningkat atau menurun jika bersamaan dengan gliburid
Sulfonilurea Glikosida digitalis Peningkatan efek sulfonilurea Kadar serum glikosida digitalis meningkat
c. Biguanida
Mekanisme kerja
Biguanida bekerja menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan.
Data farmakokinetik
Bioavaibilitas absolute metformin IR 500 mg yang diberikan dalam kondisi puasa adalah sekitar 50-60%. Makanan menghambat absorbs metformin. Metformin dieksresikan tidak berubah ke dalam urin dan tidak mengalami metabolism hepatik atau ekresi melalui kantung empedu. Watu paruh eliminasi sekitar 17,6 jam.
Metformin hidroklorida
Indikasi : NIDDM yang gagal dikendalikan dengan diet dan sulfonilurea, terutama pada pasien yang gemuk
Kontraindikasi : gangguan fungsi ginjal atau hati, predisposisi asidosis laktat,
gagal jantung, infeksi atau trauma berat, dehidrasi, alkoholisme, wanita hamil, wanita menuyusi.
Peringatan : lihat sulfonilurea
Efek Samping : mual, muntah, anoreksia, dan diare yang selintas; asidosis laktat; gangguan penyerapan vitamin B12.
Sediaan beredar : benofomis bernofarm, bestab yektaria, diabex combiphar, eraphage guardian, formell alpharma, glucotica ikapharmindo, glucophage merk, gludepatic frahrenheit, glumin dexa medica, methpica tropica mas, neodipar Aventis, rodiamet rocella, tudiab meprofarm, zumamet prima hexal.
Tabel 5. Interaksi Obat Golongan Biguanida
Obat A Obat B Efek yang terjadi/deskripsi
Alkohol Metformin Alcohol mempotensiasi efek metformin pada metabolism laktat. Peringatkan pasien tidak menggunakan alcohol selama menggunakan metformin
Obat kationik (amilorid, digoksin, morfin, prokainamid, kinidin, kinin, ranitidin, triamteren, trimetoprim, vankomisin) Metformin Secara teori obat kationik yang dieliminasi melalui ginjal potensial berinteraksi dengan metformin dengan berkompetisi pada sistem sekresi/transport tubular, kadar metformin dapat meningkat, kadar metformin harus dimonitor dan dilakukan pengaturan dosis metformin.
Simetidin Metformin Simetidin meningkatkan kadar puncak plasma metformin 60% dan AUC 40% terjadi hambatan eksresi metformin.
Furosemid Metformin Furosemid meningkatkan kadar plasma metformin, Cmax meningkat 22% dan AUC 15%, perubahan eksresi renal tidak signifikan. Cmax dan AUC furosemid lebih rendah 31 dan 12%, t ½ terminal turun 32% tanpa perubahan signifikan pada klirens renal furosemid
Zat kontras iodine Metformin Zat kontras iodin parenteral
Nifedipin Metformin Cmax dan AUC metformin meningkat masing-masing 20 dan 9%, jumlah metformin yang dieksresikan ke dalam urin meningkat. Nifedipin meningkatkan absorpsi metformin.
Gliburid Metformin Pemberian tunggal metformin meningkatkan AUC dan Cmax gliburid tetapi sangat bervariasi.
d. Tiazolidindion
Mekanisme kerja
Tiazolidindion meningkatkan sensitivitas insulin pada otot dan jaringan adipose dan menghambat glukoneogenesis hepatic.
Pioglitazon
Indikasi : Hiperglikemia
Kontraindikasi : hipersensitivitas terhadap pioglitazon
Peringatan : hentikan terapi jika ditemukan gangguan hati, gangguan jantung, kehamilan
Interaksi obat : atovarstatin dan ketokonazol mempengaruhi pioglitazon dan
pioglitazon mempengaruhi atorvastatin, midazolam, nifedipin, kontrasepsi oral
Efek samping : udem, sakit kepala, hipoglikemia, mialga, faringitis, sinusitis,
gangguan gigi, infeksi saluran pernafasan atas.
Sediaan beredar : Actos Takeda Pharmaceutical
Rosiglitazon
Indikasi : hiperglikemia
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap rosiglitazon
Peringatan : hentikan terapi jika ditemukan gangguan hati, gangguan jantung, kehamilan
Efek samping : nyeri punggung, sakit kepala, hiperglikemia, luka, sinusitis,
anemia ketika digunakan bersamaan dengan metformin, udem ketika digunakan bersamaan dengan insulin
Sediaan beredar : Avandia Glaxo Smith Kline
e. Penghambat α-glukosidase
Mekanisme kerja obat
Akarbosa bekerja menghambat alpha-glukosidase sehingga mencegah penguraian sukrosa dan karbohidrat kompleks dalam usus halus dengan demikian memperlambat dan menghambat penyerangan karbohidrat
Data farmakokinetik
Konsentrasi plasma puncak akan bertahan 14-24 jam setelah konsumsi obat, sednagkan konsentrasi plasma puncak dari zat aktif akan bertahan sekitar 1 jam. Akarbosa dimetabolisme di saluran cerna oleh bakteri intestinal dan enzim pencernaan. Fraksi metabolit ini diiabsorbsi (34% dari dosis) dan dieksresikan melalui urin.
Akarbosa
Indikasi : sebagai tambahan terhadap sulfonilurea atau biguanid pada DM yang tidak dapat dikendalikan dengan obat dan diet
Kontraindikasi : anak usia dibawah 12 tahun, wanita hamil, wanita menyusui, kolitis ulse-ratif, obstruksi usus, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal berat hernia, riwayat bedah abdominal
Peringatan : dapat meningkatkan efek hipoglikemik insulin; bila digunakan dosis tinggi, transaminase hati perlu dimonitor.
Efek samping : flatulesensi, diare, perut kembung dan nyeri, ikterus, hepatitis
Sediaan beredar : Glucobay Bayer Indonesia
Miglitol
Indikasi, kontraindikasi, peringatan dan efek samping : lihat akarbosa
Sediaan beredar : Glyset ( di Indonesia belum ada )
Tabel 6. Interaksi Obat Golongan Inhibitor β Glukosidase
Obat A Obat B Efek yang terjadi
Akarbose Digoksin Konsentrasi serum digoksin menurun, efek terapeutik digoksin menurun
Akarbose Enzim saluran cerna (amylase,pankreatin) Efek akarbose menurun, tidak digunakan bersama
Akarbose Absorben/ karbon aktif Efek akarbose menurun, tidak digunakan bersama
Miglitol Digoksin Konsentrasi plasma digoksin menurun 19-28% tetapi pada 1 studi pada pasien diabetes pengguna digoksin bersamaan dengan miglitol 100mg 3x sehari selama 14 hari tidak terjadi penurunan konsentrasi plasma digoksin.
Miglitol Gliburid Terjadi penurunan AUC Cmax dan AUC gliburid walaupun secara statistic tidak signifikan
Miglitol Metformin Terjadi penurunan AUC dan Cmax metformin 12-13% pada pasien yang menggunakan miglitol dibandingkan terhadap placebo, tetapi secara statistic tidak signifikan
Miglitol Propanolol Ketersediaan hayati propanolol menurun signifikan 40%
Miglitol Ranitidine Ketersediaan hayati ranitidine menurun signifikan 60%
Miglitol Enzim saluran cerna (amylase, pankreatin) Efek miglitol menurun, tidak digunakan bersama
Miglitol Absorben/karbon aktif Efek miglitol menurun, tidak digunakan bersama
• Data Farmakokinetika dan dosis Antidiabetika Oral
Tabel 7. Data farmakokinetik antidiabetika oral
Nama Generik Durasi Kerja Jam Metabolisme atau catatan terapi
Sulfonilurea
Asetoheksamid Sampai 16 Dimetabolisme di hati; potensi metabolit sebandingkan dengan senyawa utama; dieliminasi di ginjal.
Klorpropamid Sampai 72 Dimetabolisme di hati dan diekskresikan dalam bentuk tidak berubah di ginjal
Tolazamid Sampai 24 Dimetabolisme di hati; metabolit kurang aktif dibandingkan senyawa utama; dieleminasi di ginjal
Tolbutamid Sampai 12 Metabolisme di hati menjadi metabolit inaktif yang diekskresi di ginjal.
Glipizid Sampai 20 Dimetabolisme di hati menjadi metabolit inaktif
Glipizid 24 Bentuk lepas lambat; tablet jangan dipotong
Gliburid Sampai 24 Dimetabolisme di hati; dieliminasi ½ di ginjal dan ½ di feses
Gliburid, mikronais Sampai 24 Diabsorbsi lebih baik dalam bentuk mikronize
Glimepirid 24 Dimetabolisme di hati menjadi metabolit inaktif
Biguanida
Metformin Sampai 24 Tidak terjadi metabolisme, disekresikan dan dieksresikan di ginjal.
Metformin lepas tertunda Sampai 24 Diminum pada makan malam atau dosis bisa dibagi; bisa dicoba dosis jika terjadi intoleransi untuk pelepasan immediet.
Tiazolidindion
Pioglitazon 24 Dimetabolisme di CYP2C8 dan 3A4; 2 metabolit memiliki waktu paruh lebih panjang di bandingkan senyawa utama
Rosiglitazon 24 Dimetabolisme di CYP2C8 dan 2C9 menjadi metabolit inaktif yang dieksresikan di renal
Penghambat α-glukosidase
Akarbose 1-3 Dieliminasi di empedu
Miglitol 1-3 Dieliminasi di renal
Tabel 8. Dosis Obat Antidiabetika Oral
Nama Generik Dosis awal yang direkomendasi mg/hari Dosis terapi Ekivalen mg Dosis maksimum mg
Non-Lansia Lansia
Sulfonilurea
Asetoheksamid 250 150-250 500 1500
Klorpropamid 250 100 250 500
Tolazamid 100-250 100 250 1000
Tolbutamid 1000-2000 500-1000 1000 3000
Glipizid 5 2,5-5 5 40
Glipizid 5 2,5-5 5 20
Gliburid 5 1,25-2,5 5 20
Gliburid, mikronais 3 1,5-3 3 12
Glimepirid 1-2 0,5-1 2
Biguanida
Metformin 500 mg, 2x sehari Tergantung fungsi ginjal - 2500
Metformin lepas lambat 500-1000 bersama makan malam Tergantung fungsi ginjal - 2500
Tiazolidindion
Pioglitazon 15 15 - 45
Rosiglitazon 2-4 2 - 8 mg/hari atau 4 mg 2xsehari
Penghambat α-glukosidase
Akarbose 25mg 1-3 x sehari 25mg 1-3 x sehari - 25-100mg 3xsehari
Miglitol 25mg 1-3 x sehari 25mg 1-3 x sehari - 25-100mg 3xsehari
J. STANDAR TERAPI
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan/mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan jangka panjangnya adalah mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri. Kriteria pengendalian DM dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Kriteria pengendalian diabetes melitus
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena (mg/dl)
- puasa
-2 jam
80-109
110-159
110-139
160-199
>140
>200
HbA1c (%) 4-6 6-8 >8
Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL
- tanpa PJK
- dengan PJK
<130 <100 130-159 11-129 >159
>129
Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35 Trigliserida (mg/dl) - tanpa PJK - dengan PJK <200 <150 <200-249 <150-199 >250
>200
BMI/IMT
- perempuan
- laki-laki
18,9-23,9
20 -24,9
23-25
25-27
>25 atau <18,5 >27 atau <20 Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90-95 >160/95
a. Tindakan Umum
Diet. Pokok pangkal penanganan diabetes adalah makan dengan bijaksana. Makanan perlu dipilih secara seksama dengan memperhatikan pembatasan lemak total, lemak trans dan lemak jenuh untuk mencapai kadar glukosa dan lipid darah.
Berhenti merokok karena nikotin dapat mempengaruhi secara buruk penyerapan glukosa oleh sel. Selain itu merokok menghsilkan banyak radikal bebas yang dapat mempercepat oksidasi LDL.
Stress oksidatif. Menggunakan antioksidan misalnya vitamin E dan vitamin C
Latihan Fisik
b. Pengobatan
Penatalaksanaan pada pasien DM tipe 1
Pemberian insulin
Penatalaksanaan DM tipe 1
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi. Penghentian suntikan akan menimbulkan komplikasi akut dan bisa fatal akibatnya. Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan terapi ini terutama untuk :
Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Penatalaksanaan DM tipe 2
Bila tindakan umum ( diet, gerak badann dan penurunan berat badan) tidak atau kurang efektif untuk menormalkan glukosa darah, perlu digunakan antidiabetika oral. Saat kombinasi penggunaan antidiabetika oral gagal maka pemberian insulin akan menjadi efektif. Tidak ada ketentuan khusus bagaimana pemberian insulin dilakukan. Pemberian kombinasi antidiabetika oral kombinasi dan penambahan analog insulin kerja panjang pada malam hari akan mengurangi pengeluaran glukosa dari hati yang dapat menaikkan glukosa darah puasa. Jika pasien tidak mencapai target glukosa selama beberapa hari maka digunakan terapi insulin pada doses 70/30 NPH/campuran regular sebelum sarapan dan makan malam.
Gambar 2. Standar terapi Diabetes mellitus tipe 2
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat hipoglikemik oral
1. Terapi di mulai dengan dosis rendah yang dinaikkan secara bertahap
2. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping obat-obat tersebut (misalnya klorpropamid jangan diberikan 3 x 1 tablet, karena lama kerja nya 24 jam)
3. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat.
4. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal baru beralih kepada insulin.
5. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien.
K. PENGGUNAAN OBAT PADA KONDISI PASIEN TERTENTU
1. Pasien gangguan ginjal
Pada gangguan fungsi ginjal yang berat, metformin dosis tinggi akan berakumulasi di mitokondria dan menghambat proses fosforilasi oksodatif sehingga akan mengakibatkan asidosis laktat (yang dapat diperberat dengan alkohol). Untuk menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin > 1,3 mg/dL pada perempuan dan > 1,5 mg/dL pada laki-laki).
Pada pasien gagal ginjal yang diberi sulfonilurea lebih sering terjadi hipoglikemia.
Pada gangguan fungsi ginjal akarbos di kontraindikasikan.
2. Pasien gangguan fungsi hati
Metformin di kontraindikasikan pada gangguan fungsi hati
Pada pasien gangguan fungsi hati yang diberi sulfonilurea lebih sering terjadi hipoglikemia.
3. Pasien usia lanjut
Pemberian metformin perlu pemantauan ketat pada usia lanjut ( > 80 tahun ) dimana massa otot bebas lemaknya sudah bebas berkurang.
L. DAFTAR PUSTAKA
Ikatan sarjana farmasi Indonesia, 2008.,Iso Farmakoterapi.,Penerbit : PT.ISFI Penerbitan.Jakarta Barat.
Tan Hoan tjay, Kirana Raharja.2007., Obat-obat penting kasiat, penggunaan dan efek-efek sampingnya edisi ke 6.Penerbit: PT Elex Media Komputindo.Jakarta. hal 738
Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III edisi V.2009.,Penerbit:Internal Publishing.Jakarta pusat
Lange medical book.2007.,Greenspan’s Basic & clinical Endocrinology eigth edition.
Tandra, Hans. 2007. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Diabetes. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Dods R.F, Diabetes Mellitus, In Clinical Chemistry: Theory, Analysis, Correlation, Eds, Kaplan L.A, Pesce A.J, 3rd Edition, Mosby Inc, USA, 1996:613-640
Senin, 28 Februari 2011
Apa itu Radikal Bebas?
Radikal bebas merupakan molekul dengan kekurangan elektron (tidak berpasangan) di kulit luarnya. Pada semua proses metabolisme tubuh, terutama reaksi dengan oksigen, terbentuk Radikal bebas. Radikal bebas (free radical) memegang peranan penting pada misalnya regulasi tekanan darah, pencegahan infeksi kuman dan penghilangan zat-zat asing.
Pembentukan radikal bebas dalam tubuh pada hakikatnya adalah suatu hal yang normal, malah dibentuk secara kontinu karena dibutuhkan untuk proses tertentu. Radikal bebas berperan penting pada ketahanan terhadap jasad renik. Dalam hati dibentuk radikal bebas secara enzimatis untuk merombak obat-obat dan zat-zat asing beracun lainnya.
Bila pengendalian ini gagal, karena pembentukan radikal bebas terlalu banyak sehingga terdapat kelebihan radikal bebas dan kekurangan relatif dari antioksidan, maka dapat terjadi STRESS OKSIDATIF dengan kemungkinan terjadinya kerusakan sel dan jaringan. Bila karena suatu sebab tubuh mengalami kelebihan radikal bebas, maka sel dan inti sel dapat dirusak dengan akibat dipercepatnya proses menua jaringan serta terjadinya cacat DNA dan sel-sel tumor. Selain itu radikal bebas juga turut bertanggungjawab atas sejumlah gangguan seperti pengeruhan lensa mata dan pengendapan oksi-LDL kolesterol pada dinding pembuluh (aterosklerosis).
Allah SWT menganugerahkan suatu sistem yang sempurna untuk manusia. Syukurlah tubuh memiliki suatu sitem pelindung ampuh yang berfungsi mengendalikan radikal bebas tersebut (antioksidan alamiah )agar jangan sampai merugikan organ tubuh.
Pembentukan radikal bebas dalam tubuh pada hakikatnya adalah suatu hal yang normal, malah dibentuk secara kontinu karena dibutuhkan untuk proses tertentu. Radikal bebas berperan penting pada ketahanan terhadap jasad renik. Dalam hati dibentuk radikal bebas secara enzimatis untuk merombak obat-obat dan zat-zat asing beracun lainnya.
Bila pengendalian ini gagal, karena pembentukan radikal bebas terlalu banyak sehingga terdapat kelebihan radikal bebas dan kekurangan relatif dari antioksidan, maka dapat terjadi STRESS OKSIDATIF dengan kemungkinan terjadinya kerusakan sel dan jaringan. Bila karena suatu sebab tubuh mengalami kelebihan radikal bebas, maka sel dan inti sel dapat dirusak dengan akibat dipercepatnya proses menua jaringan serta terjadinya cacat DNA dan sel-sel tumor. Selain itu radikal bebas juga turut bertanggungjawab atas sejumlah gangguan seperti pengeruhan lensa mata dan pengendapan oksi-LDL kolesterol pada dinding pembuluh (aterosklerosis).
Allah SWT menganugerahkan suatu sistem yang sempurna untuk manusia. Syukurlah tubuh memiliki suatu sitem pelindung ampuh yang berfungsi mengendalikan radikal bebas tersebut (antioksidan alamiah )agar jangan sampai merugikan organ tubuh.
Selasa, 08 Februari 2011
Enzim Serapeptase
PEMANFAATAN ENZIM SERAPEPTASE ULAT SUTERA SEBAGAI ANALGETIK DAN ANTI INFLAMASI ALTERNATIF
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penggunaan obat analgetik/ obat anti inflamasi telah sejak lama digunakan oleh masyarakat. Kebanyakan obat analgetik yang digunakan berupa obat sintesis dari bahan-bahan kimia. Sedangkan kita sendiri mengetahui bahwa zat sintesis dari bahan kimiawi sedikitnya mengandung beberapa efek samping baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ada tiga golongan (berdasarkan struktur kimia) analgetik yang saat ini tersedia di pasaran, yaitu: golongan parasetamol, golongan salisilat (aspirin/asetilsalisilat, atrium salisilat, magnesium salisilat, cholin salisilat); dan golongan turunan asam propionat (ibuprofen, naproxen, dan ketoprofen). Karena memiliki sifat farmakologis yang mirip, golongan salisilat dan turunan asam propionat digolongkan sebagai obat anti inflamasi non-steroid (NSAID). Obat-obat NSAID memiliki sifat analgetika (penghilang nyeri), antipiretika (penurun panas), dan antiinflamasi (anti bengkak/radang).
Setiap tahunnya sebanyak 76.000 orang yang dirawat di Rumah Sakit sekitar 50-80% dari mereka menggunakan analgetik golongan NSAID dan sebanyak 10% dari jumlah pengguna analgetik tersebut beresiko fatal. Dari penelitian yang telah dilakukan, terhadap beberapa pasien penderita osteoarthritis yang telah mengkonsumsi NSAID selama 6 bulan atau lebih, setelah melakukan pemeriksaan endoscopy terhadap lambung, ternyata ditemukan pasien menderita tukak lambung dan radang saluran cerna. Dengan bertambahnya waktu pengguna NSAID dan penderita efek sampingnya semakin bertambah.
Dalam fakta diatas disebutkan bahwa pasien secara sadar ataupun tidak, sering menggunakan obat analgetik yang berasal dari bahan kimia atau yang sering disebut dengan obat analgetik NSAID yang termasuk ke dalam golongan perifer. Dalam prosesnya, obat analgetik yang disintetis secara kimia akan mampu meredakan rasa nyeri dengan menghambat bosintesis prostaglandin, namun efek samping pemakaian dari obat analgetik akan menimbulkan penyakit tukak lambung karena produksi mukus lambung ikut terhambat.
Oleh karena itu, penulis sangat tertarik dengan adanya penemuan yang menyatakan adanya obat analgetik yang dibuat secara alami dari ulat sutra dengan mengambil enzim serapeptasenya sebagai anti inflamasi tanpa mengandung efek samping lainnya. Enzim serapeptase ini dapat menggantikan obat analgetik kimia yang dapat berperan secara aman. Dengan adanya penemuan ini, penulis berharap akan membumikan obat analgetik yang dapat secara aman dikonsumsi masyarakat tanpa takut adanya efek samping dan terbukti lebih aman karena tanpa efek penghambat dari prostaglandin dan terhindar dari efek gastrointestinal.
2. Uraian Singkat
Obat analgetik NSAID yang sekarang banyak sekali digunakan telah ditemukan fakta bahwa dengan pemakaian obat analgetik NSAID tersebut menimbulkan efek gastrointestinal atau tukak lambung, sehingga banyak orang yang menggunakan obat analgetik mempunyai penyakit tukak lambung.
Dengan demikian ditemukan penelitian mengenai antiinflamasi alternatif menggunakan enzim serapeptase yanhg diekstrak dari ulat sutra.
Penelitian lain menyatakan adanya efek positif dari enzim serapeptase yang selain mempunyai efek antiinflamasi juga merupakan obat analgetik yang cukup baik dan tentunya aman untuk digunakan masyarakat.
3. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
a. Mengetahui manfaat dari enzim serapeptase
b. Mengetahui mekanisme kerja dari enzim serapeptase
c. Mengenalkan alternative obat analgetik alam yang lebih aman kepada masyarakat
2. Manfaat
a. Masyarakat dapat menggunakan alternative obat analgetik yang secara penelitian telah aman untuk digunakan
b. Mengurangi jumlah pasien yang menggunakan obat analgetik yang menimbulkan efek gangguan pada gastrointestinal
c. Mengurangi jumlah masyarakat yang mengalami penyakit tukak lambung
II. TELAAH PUSTAKA
1. Nyeri
Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering terjadi. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan, melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang tidak mengenakan, kebanyakan menyiksa dan karena itu berusaha untuk menghilangkan rasa sakit tersebut.
Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena itu menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan yang disebut senyawa nyeri.
Rangsang nyeri diterima oleh reseptor nyeri khusus, yang merupakan ujung saraf bebas. Karena ujung saraf bebas juga dapat menerima rangsang sensasi lain, maka ke spesifikan fungsional mungkin berkaitan dengan diferensiasi pada tahap molekul, yang tidak dapat diketahui dengan pengamatan cahaya dan elektronoptik.
Rangsang yang cukup untuk menimbulkan rasa nyeri ialah kerusakan jaringan atau gangguan metabolisme jaringan. Di sini senyawa tubuh sendiri dibebaskan dari sel-sel yang rusak, yang disebut zat nyeri (mediator nyeri), yang menyebabkan perangsangan reseptor nyeri. Yang termasuk zat nyeri dengan potensi yang kecil adalah ion hidrogen. Pada penurunan nilai pH dibawah 6 selalu terjadi rasa nyeri yang meningkat pada kenaikan konsentrasi ion H+ lebih lanjut. Kerja lemah yang mirip dipunyai juga oleh ion kalium yang keluar dari cairan intrasel setelah terjadi kerusakan jaringan dan dalam interstisium pada konsentrasi >20 mmol/liter menimbulkan rasa nyeri.
Berbagai neurotransmitter juga dapat bekerja sebagai zat nyeri pada kerusakan jaringan. Histamin pada konsentrasi relative tinggi ( 10-8g/L) terbukti sebagai zat nyeri. Asetilkolin pada konsentrasi rendah mensensibilisasi reseptor nyeri terhadap zat nyeri lain, sehingga senyawa ini bersama-sama dengan senyawa yang dalam konsentrasi yang sesuai secara sendiri tidak berkhasiat, dapat menimbulkan nyeri. Pada konsentrasi tinggi asetilkolin bekerja sebagi zat nyeri yang berdiri sendiri. Serotonin merupakan senyawa yang menimbulkan nyeri yang paling efektif dari kelompok transmitter. Sebagai kelompok senyawa penting lain dalam hubungan ini adalah kinin, khususnya bradikinin yang termasuk penyebab nyeri terkuat. Prostaglandin, yang dibentuk lebih banyak dalam peristiwa nyeri, mensensibilisasi reseptor nyeri dan di samping itu menjadi penentu dalam nyeri lama.
2. Obat Analgetik dan Anti Inflamasi
2.2.1 Efek samping
Efek samping umum dari penggunaan obat yang menghambat sintesis prostaglandin yaitu terjadinya gangguan saluran cerna bahkan perdarahan pada saluran cerna. Pada pasien yang kondisinya tidak menguntungkan, khususnya pada penderita asma, terdapat bahaya terjadinya serangan asma. Di sini karena penghambatan siklooksigenase dan karena itu dengan meningkatkan pasokan substrat pada lipooksigenase, terbentuk lebih sedikit prostaglandin yang menyebabkan dilatasi bronchus dan lebih banyak leukotrien yang menyebabkan vasokhonstriksi.
2.2.2 Kontraindikasi
Penghambat sintesis prostaglandin tidak boleh digunakan pada luka lambung-usus dan diathesis hemoragis. Juga dalam minggu-minggu terakhir kehamilan tidak boleh digunakan karena bahaya menutupnya duktus botalli sebelum waktunya. Pada kerusakan hati dan ginjal hanya boleh digunakan dengan sangat hati-hati.
2.2.3 Interaksi
Pada pemberian analgetik perifer bersama-sama dengan zat-zat berkhasiat lain terjadi interaksi berikut:
· Glukokotrtikoid meningkatkan bahaya gangguan saluran cerna dan pendarahan.
· Kerja urokosurik probenesid dan sulfinpirazon diperkecil, disamping itu eliminasi penghambatan sintesis prostaglandin sendiri diperlambat.
· Kerja alkohol diperbesar.
· Sebagian dari senyawa-senyawa misalnya fenilbutazon, meningkatkan kerja menghambat pembekuan dari turunan kumarin
3. Enzim Serapeptase
Enzim serapeptase merupakan enzim yang dapat diekstrak dari serangga khususnya dari ulat sutra. Beberapa penemuan menjelaskan adanya aktivitas antiinflamasi dari enzim ini secara aman. Proses penyembuhan yang singkat serta tidak menimbulkan efek samping bagi pemakainya sangat dilirik oleh masyarkat khususnya masyarakat di Negara bagian barat.
Enzim serapeptase sudah dikenal dan digunakan dalam aplikasi klinis di seluruh Eropa dan Asia selama lebih dari 25 tahun sebagai varians alternatif dari salisilat, ibuprofen, dan NSAID potensial. Tidak seperti obat sintesis, enzim serapeptase sudah ada secara alami tanpa efek penghambatan pada biosintesis prostaglandin dengan demikian tanpa efek merugikan pada gastrointestinal. Enzim ini merupakan enzim yang diproduksi oleh usus ulat sutra untuk menghancurkan dinding pupa pada fase kepompong. Enzim serapeptase mempunyai aktivitas pada sistem kekebalan tubuh yang terbentuk sempurna pada α-2 makroglobulin pada cairan tubuh, Serapeptase yang ditemukan di sejumlah urin, menunjukkan bahwa enzim tersebut disalurkan langsung dari usus kedalam aliran darah. Penelitian klinis menunjukan bahwa serapeptase menghasilkan efek anti radang dan pencegah terjadinya bengkak. Aktivitas serapeptase pada sejumlah jaringan dan efek anti peradangan yang dihasilkan lebih kuat dari pada enzim proteolitik lain. Selain mengurangi inflamasi keuntungan paling tinggi yaitu mengurangi rasa sakit karena kemampuannya untuk memblok pelepasan pemicu sakit dari jaringan yang mengalami radang.
4. Penelitian mengenai Serapeptase
Serrapeptase telah digunakan 30 tahun di Eropa sebagai anti inflamasi dan terbukti sangat efektif dalam melarutkan jaringan mati dan terutama jaringan dalam yang tergores dan luka. Seperti halnya masalah yang kita temukan pada multiple sclerosis, jaringan rusak yang berdampak pada selubung myelin akan dilarutkan oleh serrapeptase dan membuat saraf siap untuk mulai memberikan sinyal dalam menjalankan fungsinya. Jika tidak ada masalah pada ikatan myelin, maka reaksi regenerasi tubuh akan berlangsung sempurna. Serrapeptase telah membantu mengatasi memar, dan infeksi pada luka. Studi klinis menunjukkan bahwa serrapeptase adalah anti-inflamasi yang kuat dan anti-edemik yang efeknya lebih kuat daripada protease lainnya. Karena kegunaanya tersebut, serrapeptase digunakan oleh kalangan medis di seluruh Asia dan Eropa dalam pengobatan alternatif lain dari salisilat dan ibuprofen.
Hans A. Nieper, M.D., seorang dokter asal Jerman menggunakan serrapeptase untuk mengobati penutupan saluran arteri pada jantung pasiennya. Penemuan Nieper mengindikasikan bahwa aksi dari protein terlarut serrapeptase akan secara bertahap menghancurkan plak aterosklrerosis. Hal itu menunjukkan bahwa serrapeptase lebih efektif dan lebih cepat kerjanya bila dibandingkan dengan pengobatan EDTA menggunakan kelat dalam memindahkan plak pada saluran arteri.
Riset juga telah menunjukkan bahwa serrapeptase telah berhasil digunakan pada penyakit fibrosistik dada. Serrapeptase pada studi klinis juga telah menunjukkan kegunannya pada penderita sinusitis kronik, disebabkan oleh salah satu fungsinya sebagai anti-inflamasi, seperti pada bronchitis yaitu dengan mengencerkan mukus.
III. METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah pengumpulan data berupa jurnal-jurnal dan informasi mengenai enzim serapeptase yang telah ditemukan pada penelitian sebelumnya.
IV. ANALISIS DAN SINTESIS
4.1 Mempengaruhi nyeri dengan obat
Dalam mempengaruhi nyeri dengan obat, terdapat kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:
a. Mencegah sensibilisasi reseptor nyeri dengan cara penghambatan sintesis prostaglandin dengan analgetika yang bekerja perifer.
b. Mencegah pembentukan rangsang dengan memakai anaestetika konduksi.
c. Menghambat penerusan rangsang dalam serabut saraf sensorik dengan anestetika konduksi.
d. Meringankan nyeri atau meniadakan nyeri melalui kerja dalam system saraf pusat dengan analgetika yang bekerja pada pusat atau obat narkotik.
e. Mempengaruhi pengalaman nyeri dengan psikofarmaka (trankuilansia, neuroleptika, antidepresiva)
4.2 Analgetik perifer
Analgetika yang bekerja perifer memiliki spektrum kerja farmakologi yang mirip walaupun struktur kimianya berbeda-beda. Disamping kerja analgetik, senyawa-senyawa ini menunjukan kerja antipiretik dan juga komponen kerja antiflogistika dengan kekecualian turunan asetilanilida. Sebaliknya senyawa-senyawa ini tidak mempunyai sifat-sifat psikotropik dan sifat sedasi dari hipnoanalgetika. Akibat spectrum kerja ini, pemakainya luas dan karena itu termasuk pada bahan-bahan obat yang paling banyak digunakan.
4.3 Mekanisme kerja analgetik perifer
Analgetik NSAID mempunyai mekanisme kerja dengan menghambat biosintesis prostaglandin dengan cara memblok enzim siklo-oksigenase . Enzim siklooksigenase tersebut berperan sebagai katalisator dari reaksi asam sehingga konversi asam arakhidonat menjadi PGG2 menjadi terganggu. Selain itu hasil dari proses ini akan menghambat gastric prostaglandin E yaitu suatu hormone yang melindungi lambung dari asam, sehingga akan mengakibatkan perdarahan pada lambung sampai ke usus. Jika hal tersebut terjadi maka harus dilakukan tindakan pembedahan dengan segera.
Analgetik perifer bekerja mempengaruhi biosintesis prostaglandin. Senyawa-senyawa ini menghambat sistem siklooksigenase yang menyebabkan asam arakhidonat dan asam-asam C20 tak jenuh lain menjadi endoperoksida siklik. Endoperoksida siklik merupakan prazat dari prostaglandin serta prazat dari tromboksan A2 dan prostasiklin. Prostaglandin terlibat dalam terjadinya nyeri dan demam serta reaksi-reaksi radang, sehingga senyawa-senyawa yang menghambat pembentukan prostaglandin sekaligus bekerja menekan nyeri, menurunkan demam, dan menghambat terjadinya radang.
Karena penghambatan spesifik dalam berbagai jaringan tidak memungkinkan, maka pada semua penghambat biosintesis prostaglandin harus diperhatikan juga efek-efek samping yang sama.
4.4 Mekanisme kerja enzim serapeptase
Enzim serapeptase mencerna jaringan mati, sel darah, kista, dan plak pada pembuluh darah yang mengalami radang dalam berbagai bentuk. Seorang ilmuwan jerman Dr. Hans Nieper menggunakan enzim serapeptase untuk mengobati penyumbatan pembuluh darah pada jantung pasien dan ternyata enzim serapeptase ini dapat bermanfaat dalam mencegah terjadinya strok dengan lebih efektif dan lebih cepat dibandingkan pengobatan dengan “EDTA-chelation” dalam memindahkan jaringan arteri yang rusak.
Enzim serapeptase bekerja melalui 3 jalan, yaitu:
1. Mengurangi pembengkakan oleh jaringan luka, mempercepat pengeringan luka, dan memperbaiki jaringan luka tersebut.
2. Membantu dalam mengurangi rasa sakit dengan menghambat pengeluaran zat bradikinin yang merupakan pemicu rasa sakit.
3. Dapat menghancurkan fibrin yang dihasilkan dari penggumpalan darah dan melarutkan fibrin dan jaringan yang mati tanpa mengganggu jaringan yang masih hidup, selain itu juga dapat menghancurkan plak yang ada pada saluran arteri tanpa membahayakan pembuluh arteri tersebut.
V. PEMBAHASAN
Di dunia kesehatan obat-obatan analgetik perifer menduduki peringkat tinggi dari segi pemakaian, baik yang diperoleh melalui resep dokter maupun tanpa resep dokter. Tingginya penggunaan obat-obatan analgetik perifer tidak terlepas dari banyaknya kasus nyeri yang sering terjadi dan di alami oleh banyak orang. Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang dapat terjadi karena berbagai faktor penyebab. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang tidak mengenakan dan menyiksa, oleh karena itu pasien dan praktisi kesehatan berusaha untuk menghilangkan rasa sakit tersebut.
Penggunaan analgetik NSAID menduduki peringkat tertinggi di antara obat-obatan analgetik perifer golongan lain, meskipun analgetik jenis ini seringkali menimbulkan efek samping yang serius terhadap pemakinya. Efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan obat ini tidak lain disebabkan karena mekanisme kerjanya yang menghambat sintesis prostaglandin. Senyawa-senyawa yang menghambat sintesis prostaglandin selain bekerja menekan nyeri dan menghambat terjadinya radang, senyawa ini juga dapat menimbulkan suatu keadaan yang tidak diinginkan, yaitu menimbulkan tukak pada lambung.
Tabel 1. Pengaruh pemblok sintesis prostaglandin terhadap efek prostaglandin ( dimodifikasi menurut schonhofer ).
Kerja penghambat sintesis prostaglandin | Efek klinik | |
Meningkatkan pembentukam jaringan ikat baru, proliferasi sel | Mengurangi pembentukan jaringan ikat baru | Efek antireumatik |
Mengurangi sekresi cairan lambung | Meningkatkan sekresi cairan lambung | Lesi mukosa, mungkin ulkus |
Mengurangi motilitas usus | Meningkatkan motilitas usus | Diare |
Meningkatkan ekskresi natrium melalui ginjal | Menurunkan ekskresi natrium melalui ginjal | Mungkin ulkus |
Meningkatkan agregasi trombosit melalui tromboksan A2 | Menghambat agregasi trombosit | Profilaksis appopleksia |
Meningkatkan tonus uterus | Menurunkan tonus uterus yang naik | Efek antidismenorea |
Menurunkan tonus otot bronchus | Meningkatkan tonus otot bronchus | Mungkin menyebabkan serangan asma |
Sumber: Dinamika obat farmakologi dan toksikologi, halaman 196
Dari data diatas dapat terlihat dengan jelas beberapa dampak negative yang dapat ditimbulkan dari penggunaan senyawa-seyawa penghambat prostaglandin. Meskipun fakta yang didapat sudah signifikan hal tersebut tidak menyurutkan penggunaan analgetik jenis ini. Efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan senyawa-senyawa penghambat prostaglandin cenderung diabaikan kerena masih minimnya analgetik alternatif yang dapat menggantikan. Penemuan analgetik perifer alternatif yang lebih aman merupakan jalan yang dapat di tempuh untuk meminimalkan efek samping yang dapat ditimbulkan dari penggunaan obat-obatan penghambat sintesis prostaglandin.
Enzim serapeptase merupakan enzim proteolitik yang diproduksi oleh usus ulat sutra untuk menghancurkan dinding pupa pada fase kepompong. Enzim serapeptase mempunyai aktivitas pada sistem kekebalan tubuh yang terbentuk sempurna pada α-2 makroglobulin pada cairan tubuh. Serrapeptase sangat membantu dalam membersihkan jaringan yang rusak dan terkena radang. Dengan membersihkan semua masalah pada jaringan tersebut, memungkinkan saraf untuk memberi sinyal tanpa rintangan dan memungkinkan system perbaikan tubuh untuk menggantikannya dengan jaringan yang baru. Enzim serapeptase mencerna jaringan mati, sel darah, kista, dan plak pada pembuluh darah yang mengalami radang dalam berbagai bentuk.
Mekanisme enzim serapeptase sebagai analgetik dan antiinflamasi tidak menghambat aktivitas prostaglandin, yang dalam kondisi normal prostaglandin memproduksi mukus pada lambung sebagai pelindung dinding lambung dari sekresi asam lambung. Namun enzim serapeptase bekerja dengan jalan mengurangi pembengkakan oleh jaringan luka, mempercepat pengeringan luka sehingga mampu memperbaiki sel yang rusak dengan cepat. Kemudian kerja enzim serapeptase menghambat pengeluaran zat pemicu rasa sakit selain prostaglandin yaitu zat bradikinin. Enzim serapeptase mampu menghancurkan fibrin yang dihasilkan dari penggumpalan darah dan melarutkan fibrin dan jaringan yang mati tanpa mengganggu jaringan yang masih hidup, selain itu juga dapat menghancurkan plak yang ada pada saluran arteri tanpa membahayakan pembuluh arteri tersebut.
Dengan demikian, enzim serapeptase yang menghindari penghambatan aktivitas prostaglandin akan menghindarkan aktivitas anti nyeri dari adanya efek samping berupa gangguan gastrointestinal karena tidak menghambat produksi mukus oleh prostaglandin. Dengan demikian enzim serapeptase relative lebih aman untuk digunakan.
VI. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
a. Enzim serapeptase mempunyai aktivitas pada sistem kekebalan tubuh yang terbentuk sempurna pada α-2 makroglobulin pada cairan tubuh sehingga serrapeptase sangat membantu dalam membersihkan jaringan yang rusak dan terkena radang.
b. Enzim serapeptase bekerja dengan jalan; mengurangi pembengkakan oleh jaringan luka, mempercepat pengeringan luka, dan memperbaiki jaringan luka tersebut; membantu dalam mengurangi rasa sakit dengan menghambat pengeluaran zat bradikinin yang merupakan pemicu rasa sakit; dapat menghancurkan fibrin yang dihasilkan dari penggumpalan darah dan melarutkan fibrin dan jaringan yang mati tanpa mengganggu jaringan yang masih hidup, selain itu juga dapat menghancurkan plak yang ada pada saluran arteri tanpa membahayakan pembuluh arteri tersebut.
c. Aktivitas serapeptase pada sejumlah jaringan dan efek anti peradangan yang dihasilkan lebih kuat dari pada enzim proteolitik lain. Dari uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa Enzim serrapeptase dapat menggantikan penggunaan analgetik yang ada saat ini dan terbukti lebih aman karena tanpa efek penghambat dari prostaglandin sehingga dapat menghindariefek merugikan pada gastrointestinal.
5.2 Saran
Perlunya identifkasi penentuan senyawa penanda (marker) dari enzim serapeptase sehingga dapat diketahui cara perolehan dan pengolahan enzim serapeptase yang baik.
Langganan:
Postingan (Atom)