Selasa, 01 Maret 2011

All about Diabetes Melitus

TERAPI DIABETES MELITUS
A. DEFINISI
Diabetes Melitus, penyakit gula atau kencing manis adalah suatu gangguan kronis yang bercirikan hiperglikemia ( glukosa darah terlampau meningkat dan khususnya menyangkut hidratarang (glukosa) didalam tubuh, tetapi metabolisme lemak dan protein juga terganggu.

B. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS BERDASARKAN ETIOLOGI
Klasifikasi Diabetes Melitus (ADA 2009):
a. Diabetes Melitus tipe-1 (IDDM)
Pada tipe ini terdapat destruksi dari sel beta pankreas, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute. Disebabkan oleh kelainan system imun dan idiopatik.
b. Diabetes Melitus tipe-2
Diabetes mellitus tipe 2 disebut juga non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM),”diabetes yang tidak bergantung pada insulin") terjadi karena berkurangnya sekresi insulin di sel beta pangkreas atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang melibatkan reseptor insulin di membran sel.
c. Diabetes Melitus tipe lain
 Defek genetic fungsi sel beta
 Kromosom 12, HNF-α
 Kromosom 7, glukokinase
 Kromosom 20, HNF α
 Kromosom 13, Insulin promoter factor
 Kromosom 17, HNF-1β
 Kromosom 2, Neuro D1
 Defek genetic kerja insulin : Resistensi insulin tipe A, I eprechaunism, sindrom Rabson Medenhall diabetes lipoatrofik.
 Penyakit Eksokrin pancreas : pancreatitis, trauma, neoplasma, fibrosis kistik hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus.
 Endokrinopati: Akromegalli, sindrom chusing, feokromositoma, hipertiroidsme somatostationoma, aldosteronoma.
 Karena obat / zat kimia :Vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, aldosteronoma.
 Infeksi: rubella conginetal, CMV.
 Imunologi (jarang ) : Sindrom “Stiffman”, antibody anti reseptor lainnya.
d. Diabetes Melitus kehamilan

C. PREVALENSI PENYAKIT
a. Diabetes Melitus Tipe-1
Menghinggapi orang dibawah usia 30 tahun dan paling sering dimulai pada usia 10-13 tahun. Insidensinya di negara Barat telah berlipat ganda 20-30 tahun terakhir.

b. Diabetes Melitus Tipe-2
Menurut perkiraan 5-10% dari orang diatas 60 tahun mengidap DM tipe-2. Pada orang Afrika terdapat 2 kali lebih banyak pasien DM tipe-2 daripada orang Eropa; Pada orang Asia selatan bahkan rata-rata 4-5 kali lebih banyak. Pada beberapa kelompok etnik di beberapa Negara yang mengalami perubahan gaya hidup yang sangat berbeda dengan cara hidup sebelumnya karena memang mereka lebih makmur, kekerapan diabetes bisa mencapai 35% seperti misalnya dibeberapa bangsa Mikronesia dan Polinesia di Pasifik, Indian Pima di Amerika serikat, orang Meksiko yang ada di Amerika serikat, Arab Saudi, Indian Canada, Singapura dan Taiwan.

c. Diabetes Melitus Tipe-2 di Indonesia
Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes Mellitus di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat teratur.




D. PATOFISIOLOGI PENYAKIT
a. Diabetes Melitus tipe 1
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah. Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
b. Diabetes Melitus tipe 2
Gangguan baik dari produksi maupun aksi insulin menyebabkan gangguan pada metabolisme glukosa, dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Pada dasarnya ini bermula dari hambatan dalam utilisasi glukosa yang kemudian diikuti oleh peningkatan kadar glukosa darah. Pada diabetes mellitus tipe-2 yakni diabetes yang paling sering ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor utama yaitu tidak adekuatnya sekresi Insulin (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Secara klinis, perjalanan penyakit ini bersifat progesif dan cenderung melibatkan pula gangguan metabolisme lemak ataupun protein. Peningkatan kadar glukosa darah oleh karena utilisasi yang tidak berlangsung pada gilirannya secara klinis sering memunculkan abnormalitas dari kadar lipid darah.

E. FAKTOR RESIKO
a. Faktor resiko yang tidak dapat di modifikasi:
 Ras dan etnik
 Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)
 Umur : Resiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Usia > 45tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.
 Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional/ diabetes kehamilan.
 Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.
Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi disbanding dengan bayi lahir dengan BB normal.
b. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi;
 Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).
 Kurangnya aktivitas fisik.
 Hipertensi (> 140/90 mmHg).
 Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
 Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe-2.
c. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :
 Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin.
 Penderita sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.
Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK,PAD (Peripheral Arterial Diseases).

F. GEJALA PENYAKIT
Penyakit diabetes mellitus ditandai dengan gejala 3P, yaitu poliuria (banyak berkemi), polidipsia (banyak minum), polifagia (banyak makan). Disamping naiknya kadar gula darah diabetes ditandai adanya gula dalam (glykosuria) dan banyak berkemih kandungan glukosa yang dieksresikan mengikat banyak air. Akibatnya timbul rasa dan kehilangan energi, turunnya berat badan serta rasa letih. Tubuh mulai membakar lemak untuk memenuhi kebutuhan energinya yang disertai pembentukkan zat-zat perombakan, antara lain aseton, dan diasetat, yang membuat darah menjadi asam.

G. DIAGNOSIS PENYAKIT
a. Pemeriksaan Glukosa Darah
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Alur diagnosis DM dibagi menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali suda cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM juga dapat ditentukan melalui:
Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/Dl (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
Atau
Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anidrus yang dilarutkan ke dalam air.


Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1994)
 3 hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
 Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
 Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa
 Diberikan glukosa75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai
 Periksa glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
 Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3 yaitu:
 < 140 mg/dL : normal  140 - < 200 mg/dL :toleransi glukosa terganggu  ≥ 200 mg/dL :diabetes Melitus b. Pemeriksaan HbA1C HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel. Pengukutran HbA1C secara klinis digunakan untuk memantau kemajuan pasien secara keseluruhan. Hasil pemeriksaan HbA1c dapat menggambarkan rata-rata kadar glukosa darah selama ± 3 bulan sehingga pasien diabetes melitus perlu melakukan pemeriksaan HbA1c untuk mengetahui rata-rata kadar glukosa darah dalam waktu 1-3 bulan sebelumnya. Tabel 1. Hubungan kadar HbA1C dengan rata-rata kadar gula darah HbA1C (%) Rata-rata Gula Darah (mg/dl) 6 135 7 170 8 205 9 240 10 275 11 310 12 345 Kadar HbA1C normal pada bukan penyandang diabetes antara 4% sampai dengan 6%. Beberapa studi menunjukkan bahwa diabetes yang tidak terkontrol akan mengakibatkan timbulnya komplikasi, untuk itu pada penyandang diabetes, kadar HbA1C ditargetkan kurang dari 7%. Semakin tinggi kadar HbA1C maka semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi, demikian pula sebaliknya. c. Pemeriksaan C-peptida Untuk membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide. Konsentrasi C-peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk memonitor respons individual setelah operasi pankreas. Pankreas dari pasien DM tipe 1 tidak dapat memproduksi insulin dan karena itu konsentrasi C-peptida akan menurun sedangkan pada pasien DM tipe 2 konsentrasi C-pepida biasanya normal atau lebih tinggi dari normal. H. TERAPI NON FARMAKOLOGI Terapi non farmakologi meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang dilakukan secara terus menerus a. Terapi Gizi Medis Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes (diabetesi). Terapi ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Adapun tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan: 1. Kadar glukosa darah mendekati normal :  Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl  Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dl  Kadar A1c < 7% 2. Tekanan darah < 130/80 mmHg 3. Profil lipid :  Kolesterol LDL < 100 mg/dl  Kolesterol HDL > 40 mg/dl
 Trigliserida < 150 mg/dl 4. Berat badan senormal mungkin. 5. Pada tingkat individu target pencapaian terapi gizi medis ini lebih difokuskan pada perubahan pola makan yang didasarkan pada gaya hidup dan pola kebiasaan makan, status nutrisi dan faktor khusus lain yang perlu diberikan prioritas. Pencapaian target perlu dibicarakan bersama dengan diabetesi, sehingga perubahan pola makan yang dianjurkan dapat dengan mudah dilaksanakan, realistik dan sederhana. b. Jenis Bahan Makanan  Karbohidrat Sebagai sumber energi, karbohidrat yang diberikan pada diabetes tidak boleh lebih dari 55-65% dari total kebutuhan energy sehari. Rekomendasi pemberian karbohidrat : 1. Kandungan total kalori pada makann yang mengandung karbohidrat, lebih ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan denga jenis karbohidrat itu sendiri. 2. Dari total kebutuhan kalori per hari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber karbohidrat. 3. Jika ditambah MUFA sebagai sumber energy, maka jumlah karbohidrat maksimal 70% dari total kebutuhan kalori per hari. 4. Jumlah serat 25-50 gram per hari. 5. Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih dari total kalori per hari. 6. Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori seperti skarin, aspartame, acesulfam dan sukralosa. 7. Penggunaan alcohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari 10 gram/hari. 8. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari. 9. Makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi  Protein Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori per hari. Pada penderita dengan kelainan ginjal, dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram per hari, maka perlu ditambahkan pemberian suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energy sebesar 4 kilokalori/gram. Rekomendasi pemberian protein : 1. Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energy per hari. 2. Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi konsentrasi glukosa darah. 3. Pada keadaan kadar glukosa darah tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg berat badan/hari. 4. Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/kg berat badan/hari dan tidak kurang dari 40 gram. 5. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan dari protein hewani.  Lemak Mempunyai kandungan energy sebesar 9 kilokalori per gramnya. Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, dan K. Berdasarkan ikatan rantai karbonnya, lemak dikelompokkan menjadi lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolesterol sangat disarankan badi diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal yang sering dijumpai pada diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid = MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi dapat menurunkan kadar trigliserida, kolesterol total, kolesterol VLDL dan meningkatkan kadar kolesterol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid = PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan meningkatkan aktivitas enzim lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jaringan perifer, sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol LDL. Rekomendasi pemberian lemak : 1. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari. 2. Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan samapi maksimal 7% dari total kalori per hari. 3. Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥ 100mg/dl, maka maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari. 4. Batasi asupan asam lemak bentuk trans. 5. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai panjang. 6. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori per hari. Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Penentuan status gizi dapat dipakai indeks masa tumbuh (IMT) atau rumus Brocca.  Penentuan Status Gizi Berdasarkan IMT IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan tinggi badan (dalam meter) kuadrat. Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT : Berat badan kurang < 18,5 BB normal 18,5-22,9 BB lebih ≥ 23,0 Dengan resiko 23-24,9 Obes I 25-29,9 Obes II ≥ 30  Penentuan Status Gizi Berdasarkan Rumus Brocca Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus : berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm – 100) – 10%. Untuk laki-laki < 160 cm, wanita < 150 cm, perhitungan BB idaman tidak dikurangi 10%. Penentuan status gizi dihitung dari : (BB actual : BB idaman) x 100% • Berat badan kurang : BB < 90% BBI • Berat badan normal : BB 90-110% BBI • Berat badan lebih : BB 110-120% BBI • Gemuk : BB > 120% BBI
Untuk kepentingan praktis dalam praktek di lapangan, digunakan rumus Brocca.
 Penentuan kebutuhan kalori per hari
1. Kebutuhan basal :
 Laki-laki : BB idaman (kg) x 30 kalori
 Wanita : BB idaman (kg) x 25 kalori
2. Koreksi atau penyesuaian :
 Umur diatas 40 tahun : - 5%
 Aktivitas ringan : + 10%
(duduk-duduk, nonton televisi dll)
 Aktivitas sedang : + 20%
(kerja kantoran, ibu rumah tangga)
 Aktivitas berat : + 30%
(olahragawan, tukang becak dll)
 Berat badan gemuk : - 20%
 Berat badan lebih : - 10%
 Berat badan kurus : + 20%
3. Stres metabolic : + 10-30%
(infeksi, operasi, stroke, dll)
4. Kehamilan trisemester I dan II : 300 Kalori
5. Kehamilan trisemester III dan menyusui : + 500 Kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan normal, kecuali dalam pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai dengan kondisi dan kebiasaan penderita.
c. Latihan Jasmani
Pengelolaan diabetes mellitus (DM) yang meliputi 4 pilar, aktivitas fisik merupakan salah satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan oleh semua orang termasuk diabetisi sebagai kegiatan sehari-hari, seperti misalnya : bangun tidur, memasak, berpakaian, mencuci, makan bahkan tersenyum. Berangkat kerja, bekerja, berbicara, berfikir, tertawa, merencanakan kegitan esok, kemudian tidur. Semua kegiatan tadi tanpa disadari oleh diabetisi, telah sekaligus menjalankan pengelolaan terhadap DM sehari-hari.

I. TERAPI FARMAKOLOGI
a. Insulin
 Mekanisme Kerja
Insulin menurunkan kadar gula darah dengan menstimulasi pengambilan glukosa perifer dan menghambat produksi glukosa hepatik.
 Data Farmakokinetik
Waktu paruh insulin pada orang normal sekitar 5-6 menit dan memanjang pada pasien DM yang membentuk antibodi terhadap insulin. Hormon ini dimetabolisme terutama di hati, ginjal, dan otot, mengalami filtrasi di ginjal, kemudian diserap kembali di tubulus ginjal yang juga merupakan tempat metabolismenya. Gangguan fungsi ginjal yang berat lebih berpengaruh terhadap kadar insulin di darah dibandingkan gangguan fungsi hati.
 Indikasi
DM tipe 1, DM tipe 2 yang gula darahnya dapat dikendalikan dengan diet dan antidiabetik oral, DM dengan berat badan yang menurun cepat, DM dengan komplikasi akut, DM paskabedah pankreas, ketoasidosis dan koma hiperosmolar, DM dengan kehamilan.
Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni:
1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4. Mixed Insulin
5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)

Tabel 2. Insulin yang Tersedia dan yang Akan Tersedia di Indonesia
Tipe Insulin Mulai Kerja Puncak Lama Kerja
Ultra Short Acting (Quick-Acting, Rapid Acting) Insulin Analogues
Insulin Aspart (NovoRapid, Novolog)
Insulin Lispro (Humalog) 15-30 min 60-90 min 3-5 hr
Short-Acting (Soluble, Neutral)
Insulin Reguler, Actrapid, Humulin R 30-60 min 2-4 hr 6-8 hr
Intermediate-Acting (Isophane)
Insulatard, Humulin N, NPH 1-2 hr 4-8 hr 16-24 hr
Long-Acting Insulin (Zinc-based)
Monotard, Humulin Lente, Humulin Zn 1-3 hr 4-12 hr 16-24 hr
Very Long Acting Insulin
Insulin Glargine (Lantus)
Insulin Detemir (Levemir) 2-4 hr 4-24hr (nopeak) 24-36 hr
Mixed Insulin (Short + Intermedidiate-Acting Insulin)
Mixtard 30/70, NovoMix, Humulin 30/70 30 min 2-8 hr 24 r


 Efek samping : hipoglikemia, reaksi tinggi
 Interaksi obat
Sejumlah obat dapat meningkatkan atau menurunkan efek hipoglikemik, penyesuaian dosis insulin harus dilakukan jika digunakan bersamaan dengan obat ini ( lihat tabel 2 dan 3 )

Tabel 3. Obat Yang Menurunkan Efek Hipoglisemik Insulin
 Kontrasepsi oral
 Kortikosteroid
 Siklofosfamid
 Danazol
 Dekstrotitosin
 Dilazoxida
 Diltiazem
 Diuretika
 Dobutamin
 Epinefrin  Nikotin
 Fenotiazin
 Fenitoin
 Progesterone ( kontrasepsi oral )
 Inhibitor protease
 Somatropin
 Torbutalin
 Diuretik tiazid
 Hormon tiorid

b. Sulfoniluera
 Mekanisme kerja obat
Sulfoniluera bekerja merangsang sekresi insulin pada pankreas sehingga hanya efektif bila sel beta pankreas masih dapat berproduksi.

Klorpropamid
Indikasi : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi : wanita menyusui, profiria, dan ketoasidosis
Peringatan : penggunaannya harus hati-hati pada pasien usia lanjut, gangguan fungsi hati dan ginjal
Efek samping : gejala saluran cerna dan sakit kepala. Gejala hematologik termasuk trombositopenia, agranulositosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Klorpropamid Hormon (ADH), dan dengan frekuensi sangat jarang menyebabkan hiponatremi dan fotosensitivitas. Hipoglikemia dapat terjadi bila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati/ginjal atau pada orang usia lanjut.
Sediaan beredar : Diabense Pfizer, Tesmel Phyto Kemo Agung

Glikazid
Indikasi : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi, Peringatan, interaksi, dan efek samping : lihat klorpropamid
Sediaan beredar : Diamicron, Senvier Darya Varia, Glibet Dankos, GLICAB tempo scan pacific, glidabet kalbe farma, glikatab rocella lab, glukodex dexa medica, glumeko mecosin, gored benofarm, linodiab pyridam, nufamicron nufarindo, pedab otto, xepabet metiska farma, zibet mepofarm, zumadiac, prima hexal.

Glibenklamid
Sinonim : gliburid
Indikasi : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi, Peringatan, interaksi, dan efek samping : lihat klorpropamid
Sediaan beredar : abenon heroic, clamega emba megafarma, condiabet armoxindo, daonil Aventis, diacella rocella, euglucon boehringer mannheimpharpros, femidiab first medipharma, glidanil mersi, gluconic Nicholas, glimel merk, hisacha yekatria farma, libronil hexpharm jaya, latibet ifars, prodiabet benofarm, prodiamel corsa, renabetic Fahrenheit, semi-daonil Aventis, semi euglucon pharpros-boehringer Mannheim.

Gllipizid
Indikasi : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi, Peringatan, interaksi, dan efek samping : lihat klorpropamid
Sediaan beredar : aldiab merk, glucotrol Pfizer, glyzid sunthi sepuri, minidiab kalbe farma

Glikuidon
Indikasi : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi, Peringatan, interaksi, dan efek samping : lihat klorpropamid
Sediaan beredar : glurenirm boehringer ingelheim

Tolbutamid
Indikasi : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi, Peringatan, interaksi, dan efek samping : lihat klorpropamid
Sediaan beredar :Recodiabet global

Tabel 4. Interaksi Obat Golongan Sulfonilurea
Obat A Obat B Efek yang terjadi Deskripsi
Androgen, antikoagulan, antifungal azol, kloramfenikol, klofibrat, fenfluramin, flukonazol, gemfibrosil, antagonis histamine H2, garam magnesium, metildopa, inhibitor MAO, probenesid, salisilat, sulfinpirazon, sulfonamide, antidepresan trisiklik, pengasam urin. Sulfonilurea Peningkatan efek sulfonilurea Efek hipoglisemik meningkat akibat berbagai mekanisme seperti penurunan metabolik hepatik, hambatan eksresi renal, pengusiran dari ikatan protein, penurunan glukosa darah, perubahan metabolisme karbohidrat. Saran harus dimonitor kadar gula darah
Betabloker, pemblok celah kalsium, kolestiramin, kortikosteroid, diazoksid, estrogen, hidantoin, isoniazid, asam nikotinat, kontrasepsi oral, fenotiazin, rifampin, simpatomimetik, diuretik tiazid, agen tiroid, pembasa urin Sulfonilurea Penurunan efek sulfonilurea Efek hipogllisemik menurun, akibat berbagai mekanisme yaitu peningkatan metabolisme hepatik, penurunan pelepasan insulin, peningkatan ekskresi urin.



Karbon aktif Sulfonilurea Penurunan efek sulfonilurea Karbon aktif mereduksi absorpsi sulfoniliurea
Siprofloksasin Gliburid Peningkatan efek sulfonilurea Terjadi potensiasi efek hipoglikemik
Etanol Sulfonilurea Efek bervariasi Etanol memperpanjang lama penurunan glukosa darah oleh glipizid (tidak memperbesar), etanol kronis menurunkan t ½ tolbutamid etanol dengan klorpropamid menimbulkan reaksi seperti disulfiram
Klorpropamid Barbiturat Peningkatan efek sulfonilurea Efek barbiturat diperpanjang pada uji dengan hewan
Gliburid Antikoagulan Peningkatan atau penurunan efek sulfonilurea Laporan menunjukkan bahwa efek kumarin dapat meningkat atau menurun jika bersamaan dengan gliburid
Sulfonilurea Glikosida digitalis Peningkatan efek sulfonilurea Kadar serum glikosida digitalis meningkat

c. Biguanida
 Mekanisme kerja
Biguanida bekerja menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan.
 Data farmakokinetik
Bioavaibilitas absolute metformin IR 500 mg yang diberikan dalam kondisi puasa adalah sekitar 50-60%. Makanan menghambat absorbs metformin. Metformin dieksresikan tidak berubah ke dalam urin dan tidak mengalami metabolism hepatik atau ekresi melalui kantung empedu. Watu paruh eliminasi sekitar 17,6 jam.

Metformin hidroklorida
Indikasi : NIDDM yang gagal dikendalikan dengan diet dan sulfonilurea, terutama pada pasien yang gemuk
Kontraindikasi : gangguan fungsi ginjal atau hati, predisposisi asidosis laktat,
gagal jantung, infeksi atau trauma berat, dehidrasi, alkoholisme, wanita hamil, wanita menuyusi.
Peringatan : lihat sulfonilurea
Efek Samping : mual, muntah, anoreksia, dan diare yang selintas; asidosis laktat; gangguan penyerapan vitamin B12.
Sediaan beredar : benofomis bernofarm, bestab yektaria, diabex combiphar, eraphage guardian, formell alpharma, glucotica ikapharmindo, glucophage merk, gludepatic frahrenheit, glumin dexa medica, methpica tropica mas, neodipar Aventis, rodiamet rocella, tudiab meprofarm, zumamet prima hexal.

Tabel 5. Interaksi Obat Golongan Biguanida
Obat A Obat B Efek yang terjadi/deskripsi
Alkohol Metformin Alcohol mempotensiasi efek metformin pada metabolism laktat. Peringatkan pasien tidak menggunakan alcohol selama menggunakan metformin
Obat kationik (amilorid, digoksin, morfin, prokainamid, kinidin, kinin, ranitidin, triamteren, trimetoprim, vankomisin) Metformin Secara teori obat kationik yang dieliminasi melalui ginjal potensial berinteraksi dengan metformin dengan berkompetisi pada sistem sekresi/transport tubular, kadar metformin dapat meningkat, kadar metformin harus dimonitor dan dilakukan pengaturan dosis metformin.
Simetidin Metformin Simetidin meningkatkan kadar puncak plasma metformin 60% dan AUC 40% terjadi hambatan eksresi metformin.
Furosemid Metformin Furosemid meningkatkan kadar plasma metformin, Cmax meningkat 22% dan AUC 15%, perubahan eksresi renal tidak signifikan. Cmax dan AUC furosemid lebih rendah 31 dan 12%, t ½ terminal turun 32% tanpa perubahan signifikan pada klirens renal furosemid
Zat kontras iodine Metformin Zat kontras iodin parenteral
Nifedipin Metformin Cmax dan AUC metformin meningkat masing-masing 20 dan 9%, jumlah metformin yang dieksresikan ke dalam urin meningkat. Nifedipin meningkatkan absorpsi metformin.
Gliburid Metformin Pemberian tunggal metformin meningkatkan AUC dan Cmax gliburid tetapi sangat bervariasi.

d. Tiazolidindion
 Mekanisme kerja
Tiazolidindion meningkatkan sensitivitas insulin pada otot dan jaringan adipose dan menghambat glukoneogenesis hepatic.

Pioglitazon
Indikasi : Hiperglikemia
Kontraindikasi : hipersensitivitas terhadap pioglitazon
Peringatan : hentikan terapi jika ditemukan gangguan hati, gangguan jantung, kehamilan
Interaksi obat : atovarstatin dan ketokonazol mempengaruhi pioglitazon dan
pioglitazon mempengaruhi atorvastatin, midazolam, nifedipin, kontrasepsi oral
Efek samping : udem, sakit kepala, hipoglikemia, mialga, faringitis, sinusitis,
gangguan gigi, infeksi saluran pernafasan atas.
Sediaan beredar : Actos Takeda Pharmaceutical

Rosiglitazon
Indikasi : hiperglikemia
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap rosiglitazon
Peringatan : hentikan terapi jika ditemukan gangguan hati, gangguan jantung, kehamilan
Efek samping : nyeri punggung, sakit kepala, hiperglikemia, luka, sinusitis,
anemia ketika digunakan bersamaan dengan metformin, udem ketika digunakan bersamaan dengan insulin
Sediaan beredar : Avandia Glaxo Smith Kline

e. Penghambat α-glukosidase
 Mekanisme kerja obat
Akarbosa bekerja menghambat alpha-glukosidase sehingga mencegah penguraian sukrosa dan karbohidrat kompleks dalam usus halus dengan demikian memperlambat dan menghambat penyerangan karbohidrat
 Data farmakokinetik
Konsentrasi plasma puncak akan bertahan 14-24 jam setelah konsumsi obat, sednagkan konsentrasi plasma puncak dari zat aktif akan bertahan sekitar 1 jam. Akarbosa dimetabolisme di saluran cerna oleh bakteri intestinal dan enzim pencernaan. Fraksi metabolit ini diiabsorbsi (34% dari dosis) dan dieksresikan melalui urin.

Akarbosa
Indikasi : sebagai tambahan terhadap sulfonilurea atau biguanid pada DM yang tidak dapat dikendalikan dengan obat dan diet
Kontraindikasi : anak usia dibawah 12 tahun, wanita hamil, wanita menyusui, kolitis ulse-ratif, obstruksi usus, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal berat hernia, riwayat bedah abdominal
Peringatan : dapat meningkatkan efek hipoglikemik insulin; bila digunakan dosis tinggi, transaminase hati perlu dimonitor.
Efek samping : flatulesensi, diare, perut kembung dan nyeri, ikterus, hepatitis
Sediaan beredar : Glucobay Bayer Indonesia

Miglitol
Indikasi, kontraindikasi, peringatan dan efek samping : lihat akarbosa
Sediaan beredar : Glyset ( di Indonesia belum ada )

Tabel 6. Interaksi Obat Golongan Inhibitor β Glukosidase
Obat A Obat B Efek yang terjadi
Akarbose Digoksin Konsentrasi serum digoksin menurun, efek terapeutik digoksin menurun
Akarbose Enzim saluran cerna (amylase,pankreatin) Efek akarbose menurun, tidak digunakan bersama
Akarbose Absorben/ karbon aktif Efek akarbose menurun, tidak digunakan bersama
Miglitol Digoksin Konsentrasi plasma digoksin menurun 19-28% tetapi pada 1 studi pada pasien diabetes pengguna digoksin bersamaan dengan miglitol 100mg 3x sehari selama 14 hari tidak terjadi penurunan konsentrasi plasma digoksin.
Miglitol Gliburid Terjadi penurunan AUC Cmax dan AUC gliburid walaupun secara statistic tidak signifikan
Miglitol Metformin Terjadi penurunan AUC dan Cmax metformin 12-13% pada pasien yang menggunakan miglitol dibandingkan terhadap placebo, tetapi secara statistic tidak signifikan
Miglitol Propanolol Ketersediaan hayati propanolol menurun signifikan 40%
Miglitol Ranitidine Ketersediaan hayati ranitidine menurun signifikan 60%
Miglitol Enzim saluran cerna (amylase, pankreatin) Efek miglitol menurun, tidak digunakan bersama
Miglitol Absorben/karbon aktif Efek miglitol menurun, tidak digunakan bersama

• Data Farmakokinetika dan dosis Antidiabetika Oral
Tabel 7. Data farmakokinetik antidiabetika oral
Nama Generik Durasi Kerja Jam Metabolisme atau catatan terapi
Sulfonilurea
Asetoheksamid Sampai 16 Dimetabolisme di hati; potensi metabolit sebandingkan dengan senyawa utama; dieliminasi di ginjal.
Klorpropamid Sampai 72 Dimetabolisme di hati dan diekskresikan dalam bentuk tidak berubah di ginjal
Tolazamid Sampai 24 Dimetabolisme di hati; metabolit kurang aktif dibandingkan senyawa utama; dieleminasi di ginjal
Tolbutamid Sampai 12 Metabolisme di hati menjadi metabolit inaktif yang diekskresi di ginjal.
Glipizid Sampai 20 Dimetabolisme di hati menjadi metabolit inaktif
Glipizid 24 Bentuk lepas lambat; tablet jangan dipotong
Gliburid Sampai 24 Dimetabolisme di hati; dieliminasi ½ di ginjal dan ½ di feses
Gliburid, mikronais Sampai 24 Diabsorbsi lebih baik dalam bentuk mikronize
Glimepirid 24 Dimetabolisme di hati menjadi metabolit inaktif
Biguanida
Metformin Sampai 24 Tidak terjadi metabolisme, disekresikan dan dieksresikan di ginjal.
Metformin lepas tertunda Sampai 24 Diminum pada makan malam atau dosis bisa dibagi; bisa dicoba dosis jika terjadi intoleransi untuk pelepasan immediet.
Tiazolidindion
Pioglitazon 24 Dimetabolisme di CYP2C8 dan 3A4; 2 metabolit memiliki waktu paruh lebih panjang di bandingkan senyawa utama
Rosiglitazon 24 Dimetabolisme di CYP2C8 dan 2C9 menjadi metabolit inaktif yang dieksresikan di renal
Penghambat α-glukosidase
Akarbose 1-3 Dieliminasi di empedu
Miglitol 1-3 Dieliminasi di renal

Tabel 8. Dosis Obat Antidiabetika Oral
Nama Generik Dosis awal yang direkomendasi mg/hari Dosis terapi Ekivalen mg Dosis maksimum mg
Non-Lansia Lansia
Sulfonilurea
Asetoheksamid 250 150-250 500 1500
Klorpropamid 250 100 250 500
Tolazamid 100-250 100 250 1000
Tolbutamid 1000-2000 500-1000 1000 3000
Glipizid 5 2,5-5 5 40
Glipizid 5 2,5-5 5 20
Gliburid 5 1,25-2,5 5 20
Gliburid, mikronais 3 1,5-3 3 12
Glimepirid 1-2 0,5-1 2
Biguanida
Metformin 500 mg, 2x sehari Tergantung fungsi ginjal - 2500
Metformin lepas lambat 500-1000 bersama makan malam Tergantung fungsi ginjal - 2500
Tiazolidindion
Pioglitazon 15 15 - 45
Rosiglitazon 2-4 2 - 8 mg/hari atau 4 mg 2xsehari
Penghambat α-glukosidase
Akarbose 25mg 1-3 x sehari 25mg 1-3 x sehari - 25-100mg 3xsehari
Miglitol 25mg 1-3 x sehari 25mg 1-3 x sehari - 25-100mg 3xsehari

J. STANDAR TERAPI
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan/mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan jangka panjangnya adalah mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri. Kriteria pengendalian DM dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Kriteria pengendalian diabetes melitus
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena (mg/dl)
- puasa
-2 jam
80-109
110-159
110-139
160-199
>140
>200
HbA1c (%) 4-6 6-8 >8
Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL
- tanpa PJK
- dengan PJK
<130 <100 130-159 11-129 >159
>129
Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35 Trigliserida (mg/dl) - tanpa PJK - dengan PJK <200 <150 <200-249 <150-199 >250
>200
BMI/IMT
- perempuan
- laki-laki
18,9-23,9
20 -24,9
23-25
25-27
>25 atau <18,5 >27 atau <20 Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90-95 >160/95

a. Tindakan Umum
 Diet. Pokok pangkal penanganan diabetes adalah makan dengan bijaksana. Makanan perlu dipilih secara seksama dengan memperhatikan pembatasan lemak total, lemak trans dan lemak jenuh untuk mencapai kadar glukosa dan lipid darah.
 Berhenti merokok karena nikotin dapat mempengaruhi secara buruk penyerapan glukosa oleh sel. Selain itu merokok menghsilkan banyak radikal bebas yang dapat mempercepat oksidasi LDL.
 Stress oksidatif. Menggunakan antioksidan misalnya vitamin E dan vitamin C
 Latihan Fisik
b. Pengobatan
 Penatalaksanaan pada pasien DM tipe 1

Pemberian insulin
 Penatalaksanaan DM tipe 1
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi. Penghentian suntikan akan menimbulkan komplikasi akut dan bisa fatal akibatnya. Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan terapi ini terutama untuk :
 Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
 Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.




























 Penatalaksanaan DM tipe 2
Bila tindakan umum ( diet, gerak badann dan penurunan berat badan) tidak atau kurang efektif untuk menormalkan glukosa darah, perlu digunakan antidiabetika oral. Saat kombinasi penggunaan antidiabetika oral gagal maka pemberian insulin akan menjadi efektif. Tidak ada ketentuan khusus bagaimana pemberian insulin dilakukan. Pemberian kombinasi antidiabetika oral kombinasi dan penambahan analog insulin kerja panjang pada malam hari akan mengurangi pengeluaran glukosa dari hati yang dapat menaikkan glukosa darah puasa. Jika pasien tidak mencapai target glukosa selama beberapa hari maka digunakan terapi insulin pada doses 70/30 NPH/campuran regular sebelum sarapan dan makan malam.

Gambar 2. Standar terapi Diabetes mellitus tipe 2


 Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat hipoglikemik oral
1. Terapi di mulai dengan dosis rendah yang dinaikkan secara bertahap
2. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping obat-obat tersebut (misalnya klorpropamid jangan diberikan 3 x 1 tablet, karena lama kerja nya 24 jam)
3. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat.
4. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal baru beralih kepada insulin.
5. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien.

K. PENGGUNAAN OBAT PADA KONDISI PASIEN TERTENTU
1. Pasien gangguan ginjal
 Pada gangguan fungsi ginjal yang berat, metformin dosis tinggi akan berakumulasi di mitokondria dan menghambat proses fosforilasi oksodatif sehingga akan mengakibatkan asidosis laktat (yang dapat diperberat dengan alkohol). Untuk menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin > 1,3 mg/dL pada perempuan dan > 1,5 mg/dL pada laki-laki).
 Pada pasien gagal ginjal yang diberi sulfonilurea lebih sering terjadi hipoglikemia.
 Pada gangguan fungsi ginjal akarbos di kontraindikasikan.
2. Pasien gangguan fungsi hati
 Metformin di kontraindikasikan pada gangguan fungsi hati
 Pada pasien gangguan fungsi hati yang diberi sulfonilurea lebih sering terjadi hipoglikemia.
3. Pasien usia lanjut
 Pemberian metformin perlu pemantauan ketat pada usia lanjut ( > 80 tahun ) dimana massa otot bebas lemaknya sudah bebas berkurang.

L. DAFTAR PUSTAKA
 Ikatan sarjana farmasi Indonesia, 2008.,Iso Farmakoterapi.,Penerbit : PT.ISFI Penerbitan.Jakarta Barat.
 Tan Hoan tjay, Kirana Raharja.2007., Obat-obat penting kasiat, penggunaan dan efek-efek sampingnya edisi ke 6.Penerbit: PT Elex Media Komputindo.Jakarta. hal 738
 Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III edisi V.2009.,Penerbit:Internal Publishing.Jakarta pusat
 Lange medical book.2007.,Greenspan’s Basic & clinical Endocrinology eigth edition.
 Tandra, Hans. 2007. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Diabetes. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
 Dods R.F, Diabetes Mellitus, In Clinical Chemistry: Theory, Analysis, Correlation, Eds, Kaplan L.A, Pesce A.J, 3rd Edition, Mosby Inc, USA, 1996:613-640

3 komentar:

  1. Ngeri setiap kali denger diabetes melitus,hUuuuffft

    BalasHapus
  2. Terima kasih... melengkapi perbendaharaan saya mengenai diabetes (saya penderita)

    BalasHapus
  3. Terima kasih... melengkapi perbendaharaan saya mengenai diabetes (saya penderita)

    BalasHapus